BAB I
PENDAHULUAN
A. latar belakang masalah
Hadis (sunah) bagi umat islam menempati urutan kedua sesudah Al-Qur’an, disamping sebagai sumber ajaran islam yang secara langsung terkait dengan keharusan mentaati Rasulullah saw, juga karena fungsi sebagai penjelas (bayan) bagi ungkapan-ungkapan Al-Qur’an yang mujmal, Muthlaq, ‘amm, dan sebagainya. Kebutuhan umat islam terhadap hadis (sunah) sebagai sumber ajaran agama terpusat pada subtansi doktrinal yang tersusun secara verbal dalam komposisi teks (redaksi) matan hadis. Target akhir pengkajian ilmu hadis sesungguhnya terarah pada matan hadis, sedangkan yang lain ( sanad, lambang perekat riwayat, kitab yang mengkoleksi ) berkedudukan sebagai perangkat bagi proses pengutipan, pemeliharaan teks, dan kritiknya.[1]
Matan hadis dalam tradisi penyajiannya mencerminkan narasi verbal tentang sesuatu yang datang dari atau disandarkan kepada Rasulullah (hadis marfu’) atau kepada narasumber sahabat (hadis) atau yang bersumberkepada Tabiin (hadis maqtu’), berkomposisi dengan pengantar matan berupa kisah (sabab wurudul hadis) dan rangkaian sanad, peran strategi sanad seperti seperti penegasan Muhammad Ibn Sirrin (W. 110 H) dan Abdullah bin Al-mubarak. (W. 181 H) sebagai pemberi legitimasi atas keberadaan matan hadis selaku bagaian integral dari ajaran islam.[2] Sanad yang mengawali matan selikaligus berperan sebagai bukti kesejarahan tentang proses transmisi hadis bagi kolektor hadis yang bersangkutan.
Periode pencatatan dan pembukuan hadis (sunah) sejak memasuki abad kedua hijriyah diwarnai oleh berbagai kebijakan dokumentasi, kriteria seleksi kualitas sanad dan pola pengujian matan, pillihan format berikut sistematika kitab,. Penanggungjawab proses dokumentasi hadis bersifat perorangan, berbeda dengan kodifikasi Al-Qur’an yang dikoordinir oleh kholifah dan sosialisasinya melibatkan para gubernur serta kontrol hafalan oleh umat islam, sehingga cepat terbentuknya pengakuan terhadap kesatuan redaksional selengkap naskah Al-Qur’an. Sikap perorangan proses dokumentsi hadis (sunah) yang berlangsung dalam kurun waktu tiga abad kebelakang sampai pada ulama kolektor kitab hadis standar telah memilih yang berbeda, yakni format musannif, musnad sunan, al-jami’, mustadrak dan lain-lainnya.
Fenomena yang nampak memperlihatkan kecenderungan teknik mengedit dan meliput pemberitan hadis berbeda antara seoraang pengumpul hadis dengan pengumpul hadis yang lainnya. Kata-kata perawi terkutip menyatu dengan ungkapan asli hadis, bahkan fatwa pribadi sahabat atau fatwa tokoh tabi’in terintegrasi mengambil bentuk hadis dan terjadi kesalahan tak sengaja dalam mengasosiasikan informasi kehadisan bukan kepada sumber semestinya.
Eskalasi pemalsuan hadis ternyata tidak pandang bulu, terbukti diketahui kemudian para rantai riwayat berstatus as-shahul asanid ( rangkaian sanad yang paling valid ) sekalipun dimanfaatkan untuk mendukung matan yang palsu.[3]
Memasuki tahap pemanfaatan hadis sebagai hujah syar’iyah ( kekuatn bukti argumen untuk merumuskan konsep syari’at ) terjadi pergeseran tolak ukur yang semula dikembangkan oleh ulama ahli hadis (muhaddisin) dengan konsistensi mmelindungi sifat kema’suman pemegang otoritas nubuwah, sedangkan kitik teks matan lebih didudukan pada indikasi kelemahan persepsi dan kadar kedhabitan periwayat.
Melihat hasil evaluasi ulama muhadisin terhadap kritik matan hadis befokus pada data dugaan syadz atau temuan ilat (sebab). Praktisi hukum islam (fuqaha) justru menerapkan paradigma qath’i zhanni yang pola dikotominya beroriantasi pada strata khabar mutawatir masyhur untuk kategori qath’i dan khabar ahad untuk kategori zhanni. Parameter kritik matan hadis semakin mengundang hasil yang kontrofersial bila memperhadapkan substansi ajaran hadis dengan instrument aqli, seperti qiyas, perilaku perawi, praktek keagamaan penduduk madinah, asas-asas syariat dan lain-lain.
Pelaksanan kritik matan hadis pada tataran teori mudah tercapai persamaan pendaapat, seperti parameter yang bertujuan untuk menduga pemalsuan hadis. Akan tetap pada praktek penerapannay secara parsial dalam kontek kritik matannya hampir tejadi perbedaan hasil penilaian. Kesenjangan hasil verifikasi semkain mencolok apabila menimpa matan hadis yang telah mendapat kebenaran dalam hal keshahihan hadisnya.
Dari pengamatan sepintas ditenggarai bahwa dimensi kritik matan hadis sangat bervariatif, karena kadar akurasi hasi penelitian tidak hanya ditentukan tolak ukur yang dipakai, melainkan sangat dipengaruhi oleh ketetapan aplikasi metodologinya. Apabila ketrampilan kritik matan hadis selama ini melibatkan figur-figur mujtahid dan polemik argumentasi yang mewanainya syarat dengan kaidah ijtihadi, maka sebaiknya kegiatan mengaplikasikan metode kritik matan hadis dipandang sebagai aktifitas ijtihadi karena didalamnya ada sifat spekulasi hadis yang dicapai.
B. identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah
Berangkat dari latar belakang masalah diatas bahwa terjadinya perbedaan penerapan metode kritik matan hadis antara kaum muhadisin dengan kaum fuqaha, maka perlu kiranya disajikan ketengah perbedaan tersebut, dan ini untuk mengetahui apa saja landasan serata tolak ukur yang dipakai oleh masing-masing kelompok yang berbeda penerapan aplikasi tersebut serta mencari jalan tengah agar tidak terjadi tumpang tindih dan dsalah persepsi akan urgensi sebuah hadis yang dijadikan sebagai sumber hukum dalam pengambilan istinbat hukum dalam ajaran islam.
Penulisan yang akan dikembangkan hanya pada pembicaraan tentang standar apa yang dipakai dalam kritik teks matan hadis yang dilakukan oleh dua kubu pemikir yang sangat berpengaruh yaitu muhaddisin dan fuqaha, apa yang dianggap shahih dan siap untuk diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari ini ternyata belum tentu bisa dipertanggungjawabkan validitasnya suatu hadis karena kebenaran suatu hadis tergantung pada integritas seorang perawi yang sangat personal.
Dari gambaran umum fakta keragaman teks matan hadis (stuktur ungkapan kalimatnya) bila ditelusuri lewat pola dasar dokumentasi oleh para kolektor hadis, demikian pula muatan substansi doktrinalnya, ternyata belum tentu seirama dan saling mendukung terhadap substansi hadis atau dalil-dalil syara’ yang lain serta apabila akan diamalkan untuk hujjah syari’ah dan dari kajian historisnya bisa mengundang keraguan dan sebagainya, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam beberapa berikut ini :
1) Apakah perlu melakukan kritik terhadap teks matan hadis dan kandungan ajarannya?
2) Bagaimana cara (metode) melakukan uji kebenaran teks matan hadis dan uji layak pakai menurut tradisi muhadisin dan fuqaha?
3) Dimana letak perbedaan pendekatan dan metode kritik matan hadis antara muhadisin dan fuqaha?
C. metodologi penulisan
Desain penulisan ini adalah menggunakan studi kepustakaan dengan pendekatan content analysisi, deskriptif dan kajian perbandingan. Pendekatn conten analysis (analisis isi) ini diarahkan pada pengujian otentisitas dan validitas teks matan hadis. Pendekatan deskriptif lebih ditekankan pada uji kebenaran nisbah ungkapan hadis kapada narasumber dan dalam melacak kaidah kritik matan hadis versi muhadisin maupun fuqaha berikut instrument pengoprasiannya, sedangkan pendekatan perbandingan dimaksudkan untuk menemukan titik temu dan perbedaan parameter atas substansi doctrinal matan hadis antara kecenderungan muhadisin dan fuqaha.
Langkah rangkaian metodologi penulisan ini berawal dari pendataaan praktik kritik hadis sejak generasi sahabat hingga terprosesnya dalam bentuk kaidah penelitian dikalangan ulama hadis, modifikasi parameter oleh ulama fiqih berikut aplikasi metodologinnya yang menghasilkan doktrin ilmu fikih yang bercorak kemadzhaban.
Melalui langkah pendataan sejarah perkembangan ritik hadis yang bergerak pada arah titik internal berpola konfirmasi pemberitaan dan berujung pada integrasi antar kedua titik, diperoleh deskripsi pemusatan format kaidah kritik matan hadis berikut instrument yang diperbntukan untuk aplikasi metodologinya, baik versi muhadisin maupun versi fuqaha.
D. tujuan penulisan
Secara umum penulisan ini betujuan untuk menghimpun kaidah-kaidah kritik internal hadis yang terfokus pada matan hadis. Terapan kritik mulai dari aspek penyandaran informasi kehadisan, uji validitas teks dan uji layak pakai substansi doctrinal untuk keperluan dalam merumuskan hujjah syar’iyyah.
Dari hasil temuan ini diharapkan bisa memberikan kontribusi ilmiah sedapat mungkin berupa kaidah komprehensif, karena yang paling berkepentingan langsung terhadap perbendaharaan hadis adalah kalangan fuqaha dengna orienrasi berfikir legal formalistic. Dengan hasil tersebut para pemerhati hadis diharapkan mendapatkan inovasi baru untuk mengembangkan sendiri metode pengujian teks matan hadis serta uji layak pengguna elemen substansi doctrinal yang dikandung ssecara optimal bagi proses perumusan konsep ajara islam dari setiap unit hadis, penguasaan dalam metodologi kritik matan hadis ini idealnya secara bertahap akan mampu melepaskan ikatan ketergantungan pada hasil kritik oleh ulama masa lalu.
E. Sistematika Penulisan
Penyusunan skripsi ini akan penulis bagi menjadi
BAB I : PENDAHULUAN
Merupakan landasan dan kerangka berpijak dalam menjelaskan pembahasan yang akan diuaraikan dalam bab selanjutnya. Pada bab ini akan dimuat latar belakang masalah, Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Metode penulisan dan teknik Penulisan, dan Sistematika penulisan
BAB II : KRITIK HADIS DALAM PERSPEKTIF SEJARAH
Pada bab ini penulis akan menguraikan secara ringkas tentang sejarah kritik hadis
BAB III : KERANGKA TEORITIS KRITIK MATAN MUHADDISIN DAN FUQAHA
Pada bab ini penulis uraikan tentang kerangka teoritis kritik matan hadis dikalangan muhadisin dan fuqaha
BAB IV : METODOLOGI KRITIK TEKS MATAN HADIS VERSI MUHADDISIN DAN FUQAHA
Pada bab ke empat ini penulis akan mencoba memaparkan beberapa metode kritik hadis dikalangan muhadisin dan fuqaha beserta conthnya.
BAB V : PENUTUP
Pada bagian ini penulis akan menyimpulkan dari beberapa inti pembahasan di atas sebagai penjelas dari semua pokok bahasan skripsi ini.
BAB II
KRITIK HADIS DALAM PERSPEKTIF SEJARAH
A. kritik hadis pada masa rasul
Kritik hadis pada masa nabi saw sudah ada dan sangat mudah dilakukan, karena keputusan tentang otentisitas sebuah hadis beraada ditangan nnabi sendiri, ini terbukti dalam kisah sahabat umar yang dituturka oleh Imam Bukhari dalam kitabnya shahih bukhari; yaitu ketika suatu malam ketika umar sedang berbincang-bincang tentang adanya kabar Ratu sedang mempersiapkan pasukannya untuk menyerbu kaum musliminm tiba-tiba ada tetangganya seorang anshar dari keluarga umayah bin zaid. Ia baru pulanng dari penngajian Nabi saw dan berkata : “ada peristiwa gawat” kemudian umar penasaran dan bertanya : “apakah itu” lantas jawab tetangganya : “ Rasulullah telah menceraikan istri-istrinya”. Kemudian unar tercengang mendengarnya , kemudian untuk meyakinkan kebenaran berita itu, leesokan harinya ia menemui Rasulullah dan bertanya kepada beliau ; apakah engkau telah menceraikan istri-istri anda?” kemudia Rasulullah sambil menegakan kepalanya dan memandangi umar, nabi menjawab “tidak”. Begitulah umar mengetahui bhawa nabi hanya bersunpah untuk tidak mengumpuli istri-istrinya selama sati bulan.
Pegecekan hadis yang dilakukan sahabat nabi bukan karena mereka curiga terhadap pembawa berita (rawi) bahwa iaberduta, melainkan semata-mara untuk meyakinkan bahwa berita atau hadis yang berasal dari nabi itu benar0benar ada. Karena pengecekan seperti titu jumlahnya sangat sedikit dan lingkupnya terbatas, namun demikian hal out diakui sebagai cikal bkal timbulnya ilmu kritik hadis.[4]
Kritik sanad dan matan hadis
Dalm kisah diatas umar tidak mengecek atau melihat idenitsa rawi sebagai pembawa berita, karena sebagai tetangga umar telah mengetahui karakter dan prilaku orang tersebut, apa yang dilakukan umar adalah kritik matan hadis bukan kritik rawi hadis. Setelah nabi saw wafat kritik hadis tidak dapat dilakukan dengan menanyakan kembali kepada nabi, melainkan dengan menanyakan orang lain yang ikut mendengar hadis itu dari nabi, seperti yang dilakukan Abu Bakar Ash-shidiq.
Adakalanya kritik hados juga dilakukan dengan membandingkan dengan ayat al-qur’an. Seperti yang dilakukan oleh aisyah ketika umar wafat terbunuh, Ibnu abas mengatakan kepada Aisyah bahwa pesan umar ktika menghembuskan nafas terakhirnya agar tidak ada seorangpun dari keluarganya yang menangisinya. Alasannya karena umar pernah mendengar nabisaw besabda “ mayat itu akan disiksa karena ia ditangisi keluarganya. Kemudian Aisyah berkomentar bahwa Nabi tidak pernah berkata demikian nemun ia bersabda “sesungguhnya allah akan menambah siksa mayat orang kafir yang ditangisi keluarganya”.
Dari kisah diatas Aisyah melakukan kritik matan hadis, yaitu dengan mencocokan kembali dengan apa yang pernah didengar sendiri dari nabi saw kemudian dengan membandingkan ayat al—qur’an. Maka dari sini timbul beberapa versi dari periwayatan hadis tersebut. Kontroversi hadis seperti ini akhirnya melahirkan cabang ilmu hadis baru disebut ikhtilaf hadis, yaitu menjelaska hadis-hadis yang controversial, baik sesamahadis, dengan al-quran maupun akal. Maka Imam Syafi’I termasuk orang yang berandil besar dalam masalah inidan menulis kitab ikhtilaf hadis. Begitu pula ibnu Qutaibahal-dainuri karena ia menulis kitab ta’wil mukhtalaf hadis.
Ternunuhnya umar binkhatab tidak tidak banyak mempengaruhi perkembangan ilmu kritik hadis. Namun terbunuhnya utsman bin Affan serta al-husein bin ali yang diiringi kelompok politik dalam tubuh umat islam, sangat berpengaruhterhadap perkembangan kritik ilmu hadis. Karena untuk memperoleh legitimasinya, masing-masing kelompok itu mencari dukungan dari hadis nabi saw. Dan apabila hadisyang dicarinya tidak ditemukan meerka kemudian membuat hadis palsu.
Maka sejak saat itu para ulama kritikus hadis dalam menyeleksi hadis tidak hany mengkritiknya dari segi matan saja, melainkan juga meneliti dari identitas periwayat hadis.
BAB III
KERANGKA TEORITIS KRITIK MATAN MUHADDISIN DAN FUQAHA
1. tradisi kritik matan hadis dikalanngan muhaddisin
Ssecara garis besar kaum muhadisin telah mengembangkan metode kritik matan hadis yang berintitkan pada 2 (dua) kerangka kegiatan dasar : pertma, mengkaji kebenaran dan keytuhan teks hadis yang susunan redaksinya sebagaimana terkutip dlam komposisi kalimat matan hadis; krdua. Mencermati keabsahan muatan konsep ajaran islam yang disajikan secara verbal oleh periwayat dalam bentuk ungkapan matan hadis.
Data dokumentasi yang ada bermula dari sejarah lisan hadis yang sangat rentan terhadap bias kelemahan daya ingat manusia. Olah dat atas komponen redaksi matan hadis ditewmpuh dengan mewaspdai gejala idraj (sisipan kata, taqlib (pindah tat letak kata), idhtirab (kacau), tahrif (perubahan), reduksi (penyusutsn), atas teks asli dan ziyadah (penambahan anak kalimat). Uji pertanggung jawaban matan hadis secara ilmiah ditemuh dengan menelusuri nisbah penyandaran berita dalam hadis kepada narasumbernya, subjek narasumber matan hadis adalah pemegang otoritas kebenaran absolute dan kepadanya dipertaruhkan kualitad hadis dari argument yang disampaikan.
Akumulasi langkah muhadisin dalam kritik teks dokumentasi atas ungkapan redaksi matan hadis memanfaatkan metode muaradhah (rujuk silang dilaksanakandengan cara memperbandingnkan antara redaksi matan hadis pada beberapa kitab koleksi hadis atau intrn sebuah kitab hadis.
2. tradisi kritik matan hadis dikalangan fuqaha
Ketika fuqaha mengkonsentrasiakn setiap redaksi hadis yang dijadikan dalil syar’I, gerak metodolinya adalah dalam rangnka menggali informasi hokum syara’ dibidang amaliah dengan menempuh analisa deduktif, hal yang dikritisi fuqaha adalah yang menjadikan kebenaran dalam konsep hukum yang menjadi substansi matan hadis dan daya ikatnya terhadap mukallaf dari segi pertanggung jawaban perbuatannya.
Potensi faqih dalam bernalar dan beristidlal senantiasa berpedoman pada kaidah-kaidah
Dengan mencermati bidang bahasan ilmu fiqih dan ushul fiqh terdapat gambaran bahwa fuqaha dan uhsuliyyin memposisikan diri sebagai mesyarakat yang meaplikasikan dari hasil ijtihadnya, orientasi kritik merka terahdap hadis bukan tertuju pad uji kebenaran dokumentasi hadis melainkan tertuju padakeunggulan nilai kehujjahan , maka tepat bila dikatakan fuqaha dan ushuliyyin mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap matan hadis.
PROPOSAL SKRIPSI
KRITIK TEKS MATAN HADIS
(Telaah atas Metodologi Kritik Teks Matan Hadis versi Muhaddisin dan Fuqaha)
Diajukan sebagai tugas mata kuliah penulisan skripsi
dosend[1] M. Thahir al-jawabi, Juhul al-Muhaddisin fi naqdi matni al-hadis al-nabawi al-syarif ,
[2] Muslim bin al-Hajjaj, muqadimah al-jami’ al-shahih jilid I, mesir 1955, hal 14-15
[3] Musfir ad-darimi, muqayis naqd mutun al-sunah,
[4] Ali Musthafa Ya’kub, kritik hadis,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar