Jumat, 21 Agustus 2009

Tanggung jawab sebuah kepemimpinan

PENDAHULUAN

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin segala puji dan syukur yang tak terhingga pemakalah panjatkan ke hadirat Allah Swt, atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah di berikan kepada pemakalah khususnya dan umumnya kepada umatnya, sehingga berkat rahmat dan pertolongan-Nya, pemakalah dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah Hadits.

Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, beliau sebagai umat pilihan yang penuh dengan cinta dan kasih sayang kepada umatnya, kepada keluarganya, dan juga sahabat-sahabatnya.

Tanggung jawab sebuah kepemimpinan adalah judul yang akan kami bahas. Untuk itu kepada pembaca, kami harap mohon dima’afkan apabila ada kata-kata yang kurang berkenan. Semoga bermanfaat.

TANGGUNG JAWAB KEPEMIMPINAN

  1. Setiap Muslim Pemimpin

Rasulullah Saw bersabda:

Terjemah:

“Dari Abdullah bin Umar RA” ia berkata: saya mendengar rasulullah Saw bersabda: “setiap kamu adalah pemmimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpin nya. Imam (kepala Negara) adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Lelaki adalah pemimipin dalam keluarganyadan bertanggung jawab atas keluarganya. Dan seorang perempuan adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya. Dan bertanggung jawab atas semua anggotanya. Seorang pembantu adalah pemimpin bagi harta majikannya, dan bertanggung jawab atas keutuhan dan keselamatan hartanya. “ Abdullah berkata” aku mengira Rasulullah mengatakan pula bahwa seseorang adalah pemimpin bagi harta ayahnya dan bertanggung jawab atas keselamatan dan keutuhan hartanya. Semua kamu adalah pemimpin dan bertnggung jawab atas segala yang dipimpinnya. (HR Bukhari muslim dan turmuzi)[1]

hadist diatas menjelaskan bahwa pada hakikatnya semua manusia itu adalah pemimpin bagi segala hal yang ada dibawah wewenangnya sesuai dengan tingkat dan kedudukan masing-masing mulai dari pemimpin formal sampai dengan pemimpin non formal.

Dengan demikian, semua orang harus bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya. Disebutkan dalam tadi umpamanya seorang pembantu adalah pemimpin bagi harta majikannya dan ia bertanggung jawab atas keutuhan dan keselamatan harta majikannya itu ini artinya bahwa seorang pembantu tugasnya bukan hanya melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang diberikan kepadanya, tetepi ia juga harus bertanggung jawab dan berusaha untuk menjaga kekayaan majikannya dari kerusakan atau kehilangan apakah itu diakibatkan oleh pencuri, kebakaran, kelalaian Dsb.[2]

  1. Pemimpin Pelayan Masyarakat

Rasulullah Saw Bersabda:

Artinya: “ ingatlah, sesungguhnya seorang pemimpin kaum (golongan) itu dilemparkan kedalam neraka”.

Diriwayatkan: At-thobroni dalam Al-jamilul Kabir dari yazid Ra.

Asbababul wurud:

At-thabrani meriwayatkan hadist dari maudud bin Harist dari bapaknya dari kakeknya dari yazid bin saif bin Haritsah al-yarbui’.

Ia mengatakan : “ Aku pernah datang menghadap kepada Nabi Saw, dan aku sampaikan: “Ya Rasulullah, sesungguhnya seorang laki-laki dari tamim mengambil hartaku seluruhnya,!” Rasulullah Saw menjawab: “ aku tidak memiliki harta apapun yang dapat aku berikan kepadamu! Apakah engkau memimpin kaummu? Aku menjawab:” tidak!” rasulullah bersabda lagi” ingatlah, sesungguhnya seseorang… dan selanjutnya bunyi hadist diatas.[3]

Keterangan:

Kata ‘Arif berarti seorang yanmg mengawasi dan mengurus keperluan kaum atau golongannya. Hadist ini merupakan peringatan bagi setiap orang yang mendapat kepercayaan (Amanah) sebagai pemimpin agar berhati-hati, karena banyak pemimpin yang (diakhirat nanti) yang dilemparkan malaikat zabaniah kedalam neraka jahannam, karena tidak menjalankan kewajibannya mengambil yang bukan haknya. Sehingga pantas ia menerima hukuman sebagi balasan. Biasanya para Arif (pemimpin) cenderung melanggar batas dan tidak sadar dengan dirinya. Tidak demikian halnya bila pemimpin itu orang kepercayaan yang selalu diberi taufik oleh Allah mengerjakan amal shaleh, sehingga digolongkan kepada pemimpin yang adil (yang dijanjikan syurga untuknya).[4]

Rasulullah Saw bersabda:

Artinya: “sesungguhnya kepemimpinan pada suatu kaum adalah hak, dan mestilah bagi manusia itu ada pemimpin. Akan tetapi para pemimpin itu didalam neraka.

Diriwayatkan oleh abu daud dari seorang laki-laki dari ayahnya dari kakeknya.

Asbabul Wurud:

Sebagian dari penduduk negeri arab itu hidup dipinggir jalan yang dilewati musafir. Usaha mereka yang membuka warung nasi (manhal) bagi kafilah. Setelah orang-orang islam itu masuk islam, pemilik mata air dari kaum itu menetapkan kewajiban menyerahkan seratus ekor unta sebagai jaminan keselamatan. Maka mereka pun selamat, yaitu setelah mereka masuk islam. Unta-unta itu pun dibagi-bagikan kepada keluarga pemilik mata air (yang demikian penting artimya bagi penduduk digurun pasir).

Tetapi diantara mereka yang telah menyerahkan unta kepada pemilik mata air itu memintanya kembali. Hal itu menimbulkan konflik, dan (karena mereka sudah masuk islam).

Salah seorang pemimpin atau pemilik mata air itu mengadukan perkara itu kepada Nabi Saw dengan mengutus salah seorang anaknya. “pergilah engkau menjumpai beliau. Katakanlah bahwa ayahmu menyampaikan salam. Dan jelaskan pula ayahmu menyampaikan salam. Dan jelaskan pula ayahmu menetapkan kewajiban penyerahan 100 ekor unta atas kaumnya, yang kemudian unta itu dibagikan untuk keluarganya, sampai muncul protes agar unta-unta itu dikembalikan. Tanyakan pada beliau yang berhak atas unta itu, apakah ayahmu atau mereka (yang telah menyerahkannya)? Jika beliau menjawab ayah yang berhak atau mengatakan ayahmu tidak berhak, jelaskanlah bahwa ayahmu sudah tua dan beliau adalah pemimpin (arif) dan pemilik atas mata air itu tersebut. Katakanlah pula bahwa ayahmu memohon kiranya beliau sudi menetapkan bahwa ayahmu tetap menjadi pemiliknya”.

Anak sipemimpin kaum yang memiliki mata air tadi menjumpai Rasulullah, setelah beliau mendengar penjelasan dan permintaannya, beliau mengucapkan sabda diatas, yang intinya pemungutan unta. Semacam itu menyebabkan sang pemimpin (yang berkuasa) masuk Neraka.[5]

Keterangan:

Hadist diatas ditandai dengan Dha’if oleh As-suyuthi. “irafah” pengendalian urusan kaum dan siasat (politik) mereka. Maka, “arif” adalah pengerjali atau orang yang memegang tumpuk kekuasaan atas suatu kaum (golongan). Setiap kaum memang harus ada Arif (pemimpinnya), yang mengurus dan menyelenggarakan segala keperluan mereka. “setiap kamu adalah pengembala, dan setiap kamu bertanggung jawab atas gembalaanmu”.

Terkadang orang menyia-nyiakan kekuasaan (kedudukan) tersebut, terutama yang menyangkut hak-hak orang yang dipimpinnya (Ra’yyah) sehingga perbuatannya itu menyebabkan dia (diancam) akan menjadi penghuni neraka.

Adapun menunaikan kewajiban dengan sebaik-baiknya dipandang imam (pemimpin) yang adil dalam menegakan hak-hak rakyat (orang yang dipimpinnya) dan menjalankan amarah Allah yang dibebankan kepadanya. Bagi pemimpin yang adil ini. Allah janjikan lindungan (naungan) baginya dihari kiamat kelak, pada saat tidak ada lindungan kecuali lindungan dari Allah. Karena itulah hendaklah setiap orang yang dibebankan bertakwa kepada Allah mengenai apa yang diamanahkan Allah kepadanya.[6]

  1. Batas Ketaatan kepada Pemimpin

Rasulullah Saw bersabda:

Artinya: “hadist Abu Hurairah ra. Bahwasanya rasulullah Saw bersabda: “barang siapa mentaati aku maka sungguh telah mentaati Allah, barang siapa mendurhakai aku maka sungguh ia telah mendurhakai Allah. dan barang siapa mentaati amirku, maka sungguh ia telah mentaati aku, dan barang siapa mendurhakai amir ku sungguh ia mendurhakai aku”.[7]

Dalam Hadist lain Rasulullah bersabda:

Artinya: “hadist Abdullah ibnu umar ra. Dari Nabi Saw, beliau bersabda: “mendengarkan dan mentaati merupakan kewajiban seorang muslim mengenai hal-hal yang ia sukai dan yang ia benci, sepanjang ia tidak diperintahkan berbuat durhaka, tidaklah boleh mendengarkan dan ia tidak boleh mengikutinya.[8]

Kesimpulan:

Ø Setiap muslim adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya.

Ø Pemimpin juga berperan sebagai pelayan masyarakat.

Ø Batasan taat kepada pemimpin yang diperintahkan berbuat dzalim.

DAFTAR PUSTAKA

v Matsna, moch, H. Al-qur’an Al-hadist semarang : PT karya toha putra,2004.

v shabir, mushlich, H. Terjemah Al-lu’lu wal marjan. semarang : Al-Ridha, 1993.

v Wijaya, Suarta dan salim, zafrullah, latar belakang histories timbulnya hadist-hadist Rasul I Jakarta : Kalam Mulia, 1996

v Wijaya, Suarta dan salim, zafrullah, latar belakang histories timbulnya hadist-hadist Rasul II Jakarta : Kalam Mulia, 1997



[1] H. moch matsna, Al-qur’an Al-hadist (semarang : PT karya toha putra,2004),

[2] Ibid.

[3] Suarta wijaya dan zafrullah salim, latar belakang histories timbulnya hadist-hadist Rasul I (Jakarta : Kalam Mulia, 1996), hal.361

[4] Ibid. hal. 362

[5] Suarta wijaya dan zafrullah salim, latar belakang histories timbulnya hadist-hadist Rasul II (Jakarta : Kalam Mulia, 1997), hal.4

[6] Ibid. hal.4

[7] H. mushlich shabir, Terjemah Al-lu’lu wal marjan. (semarang : Al-Ridha, 1993), hal. 568

[8] Ibid. hal. 570

Tidak ada komentar:

Posting Komentar