Kamis, 20 Agustus 2009

Terapi al-quran terhadap penyakit fisik & psikis

ABSTRAK

Setiap orang yang membaca Al-Quran al Karim dengan penuh penghayatan dan perenungan, maka dia akan menemukan didalamnya beragam ayat-ayat yang disebut dengan I’jaz ath Thibbi (mukjizat ilmu pengobatan). Ayat-ayat yang berkaitan dengan obat dan pengobatan tersebut ketika diturunkannya kebanyakan orang belum mengetahui secara ilmiah. Sebagian ayat-ayat tersebut baru diketahui rahasianya setelah masa sekarang ini (abad keduapuluh). Kemukjizatan al Quran dapat dilihat dari ayat-ayat yang mengungkap bidang ilmu kedokteran, ilmu alam, ilmu astronomi, ilmu tentang binatang dan tumbuhan, janin (embriologi) dan fungsi anggota badan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang benar tentang penyakit dan pengobatan dalam bingkai al Quran secara komprehensif sehingga mengantarkan manusia untuk menemukan kebenaran firman-Nya,

”Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku” (QS Asy-Syu’ara : 80)

Metode penelitian yang dilakukan adalah menggunakan sistem kepustakaan (library research) yakni mengumpulkan semua bahan bacaan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas kemudian memahami secara teliti dan hati-hati sehingga menghasilkan temuan-temuan penelitian.

Sebagai temuan penelitian maka haruslah disadari semua penyakit dan kesembuhan datangnya hanya semata-mata dari Allah SWT, sehingga obat apapun yang diberikan akan mampu menyembuhkan dengan seizin Allah SWT. Dalam sebuah hadist disebutkan “Hendaknya kalian menggunakan dua macam obat yaitu madu dan Al Qur’an”. Dari hadist tersebut madu merupakan lambang atau perwakilan dari obat-obat tradisional yang ada di bumi dan kita sebagai manusia yang diberikan akal sehat harus dapat menggali obat-obat tradisional yang banyak terdapat di muka bumi ini, bahkan letaknya tidak jauh dari sekitar kehidupan kita.

Selain menerangkan pengobatan, al Qur’an juga menceritakan tentang keindahan alam
semesta yang bisa kita jadikan sebagai sumber untuk membuat obat-obatan, subhanAllaah. Sangatlah jelas apa yang diterangkan al Qur’an, sehingga orang yang merenungi ayat-ayat diatas pastilah akan merasakan ketenangan jiwa ketika membaca al Qur’an. Selain
itu, pegangan kita sebagai seorang muslim adalah al Hadits, banyak pula hadits
Rasulullaah saw yang menerangan keutamaan membaca, menghafalkan, bahkan
mempelajari al Qur’an

DAFTAR ISI

Abstrak............................................................................................................................ 1

Daftar Isi......................................................................................................................... 2

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 3

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah..................................................... 5

C. Metodologi Penelitian.............................................................................. 6

D. Tujuan Penelitian..................................................................................... 6

E. Kegunaan Penelitian................................................................................ 6

F. Sistematika Penelitian............................................................................. 6

Bab II Tinjauan Umum Tentang Penyakit

A. Pengertian Penyakit (al Maradh)……………………………………… 8

B. Penyakit Psikologis dan Maknawi (Hati)............................................... 9

C. Penyakit Fisik......................................................................................... 15

Bab III Tinjauan Umum Tentang Pengobatan

A. Pengertian Pengobatan (Terapi)............................................................ 20

B. Ayat-Ayat Al Quran Tentang Pengobatan…………………………… 21

C. Pentingnya Pengobatan dengan Al-Qur'an Dan As-Sunnah................. 22

Bab IV Temuan Penelitian dan Pembahasan

A. Temuan Penelitian................................................................................ 24

B. Pembahasan.......................................................................................... 29

Bab V Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan…………………………………………………………… 35

B. Saran………………………………………………………………….. 36

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al Quran yang menjadi pedoman bagi hidup umat muslim banyak mengandung berbagai dimensi : akidah, hukum, tatanan pribadi dan sosial, ekonomi, budaya hingga sejarah.[1] Hal tersebut mengisyaratkan betapa al Quran ingin mencarikan solusi hidup demi tercapainya kesejahteraan. Baik kesejahteraan yang bersifat lahir maupun kesejahteraan yang bersifat batin.

Misi kehadiran Islam tertuang dalam al Maqashid as Syari’ah atau tujuan pokoknya yakni untuk memelihara agama, jiwa akal, jasmani, harta kekayaan, dan keturunan. Setidaknya tiga komponen tersebut erat kaitannya dengan masalah kesehatan yakni memelihara jiwa, akal dan jasmani. Amat jelas bahwa agama memiliki perhatian yang serius dengan masalah kesehatan. Kesehatan tidak hanya akan berpengaruh terhadap seseorang untuk teguh dan konsisten melakukan kegiatan ibadah, namun lebih dari itu ia akan menjadikan umat Islam semakin kuat menghadapi segala rintangan dalam rangka memenuhi tugasnya sebagai Khalifah Fi al-Ardl.

Manusia sebagai makhluk sosial amat bergantung dengan keberadaan makhluk lain untuk memenuhi segala hajat hidupnya. Dengan demikian pemenuhan hajat dalam prosesnya tentu juga akan menciptakan persoalan sendiri. Artinya, setiap hajat atau obsesi yang dimiliki akan berbanding lurus dengan munculnya masalah itu sendiri. Yang paling bermasalah adalah ketika melakukan uji percobaan yang berkenaan dengan masalah kimiawi. Masalah kimiawi oleh masyarakat modern sudah menjadi bagian tak terpisahkan bahkan sudah menjadi konsumsi sehari-hari. Bahkan sampai hal yang paling sederhana sekalipun. Seperti makan dan minum. Mengkonsumsi makanan yang memiliki kandungan kimia seperti formalin atau bahan pengawet, zat pewarna dan penambah rasa terbukti berpotensi dengan munculnya penyakit kronis apalagi jika tanpa takaran yang sesuai ukuran.

Penyakit adalah melencengnya proses gerakan organ-organ tubuh yang berjalan secara alami, sementara berobat adalah upaya tindakan melawan penyakit. Dan, memelihara kesehatan berarti tetapnya keadaan tubuh.[2]

Membahas penyakit ternyata tidak cukup hanya dengan dunia kedokteran medis yang hanya membatasi masalah yang bersifat fisik atau jasmani saja. Tapi gejala-gejala non fisik seperti psikis yakni stres dan depresi juga merupakan bagian permasalahan. Tentu hal ini membutuhkan penanganan yang berbeda pula. Walaupun ada penyakit jiwa, ruhani namun berdampak pada kesehatan jasmani.

Firman Allah SWT surah al Isra ayat 82 :




”Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”

Kata Syifa’ menurut Quraish Shihab, biasa diartikan kesembuhan atau obat, dan digunakan juga dalam arti keterbebasan dari kekurangan, atau ketiadaan aral dalam memperoleh manfaat.[3]

Abu al Fida’ mengemukakan bahwa barangsiapa yang merenungkan kata syifa’ dan rahmat, tentu ia akan menemukan pemahaman bahwa rahmat adalah sesuatu yang melekat pada kondisi penyembuhan.

Ibnu al Qoyyim al Jauziyyah menyatakan dalam kitabnya Zaadu al Ma’ad, juz 3, hal 178-179, sebagai berikut :

”Al Quran merupakan obat yang sempurna (manjur) buat segala penyakit hati dan badan, dunia dan akhirat. Namun tidak semua orang dianugerahi keahlian dan kemampuan melakukan pengobatan dengan al Quran. Apabila pengobatan melalui al Quran itu dilakukan secara benar, tepat, penuh keyakinan dan keimanan serta hati yang mantap dan memenuhi syarat-syaratnya, maka tidak ada satu penyakitpun yang mampu melawannya. Bagaimana mungkin ada penyakit yang mampu melawan dan mengalahkan kalam Allah, Tuhan pencipta langit dan bumi, yang seandainya kalam itu diturunkan di atas gunung, tentu ia akan lentur, tunduk dengan khusyu’ atau di atas bumi tentu ia akan hancur berkeping-keping. Maka tidak ada suatu penyakit pun baik penyakit hati maupun penyakit badan, melainkan tentu di dalam al Quran terdapat solusi yang menunjukkan terhadap obatnya dan sebab-sebabnya serta spirit daripadanya bagi orang-orang yang dianugerahi oleh Allah pemahaman untuk memahami kitab suci-Nya. Barang siapa yang tidak sembuh dengan al Quran, maka Allah tidak akan memberikan kesembuhan baginya. Dan barang siapa yang tidak cukup dengan al Quran, maka Allah tidak memberikan kecukupan baginya”.

Selama ini al Quran diidentikkan dengan kebutuhan yang bersifat rohani dan kejiwaan. Padahal tidak demikian. Namun, apabila kita teliti dengan seksama, segala jenis penyakit bersumber dari kondisi jiwa dan rohani yang bermasalah, seperti : stres dan depresi.[4] Dengan demikian kondisi stres dan depresi berdampak pada tidak berfungsinya sistem ketahanan dalam tubuh, hingga mengakibatkan tubuh menjadi mudah terserang berbagai penyakit.

Pengetahuan modern telah menetapkan bahwa sistem gerak tubuh dipengaruhi oleh sistem kerja saraf. Apabila sistem kerja saraf mengalami ketegangan dan kekejangan maka energi yang mengalir juga akan berkurang. Hal ini juga akan menjadi pemicu munculnya penyakit-penyakit yang bersifat lahiriah, keduanya meningkatkan hormon yang diproduksi anak ginjal (adrenalin) dan keduanya mengakibatkan tekanan darah naik (hipertensi) dan membahayakan hati (liver).

Beragam penyakit telah dideteksi melalui laboratorium modern dan melalui laboratorium pula obat penawarnya tercipta. Bukan bermaksud mengingkari kecanggihan teknologi kedokteran tetapi kekayaan khazanah yang dimiliki da telah terwariskan secara turun temurun hendaknya dapat terpelihara. Dengan katan lain perpaduan pengobatan antara tradisional yang digali dari al Quran dengan dunia kedokteran modern akan tercipta dan saling melengkapi.

Berdasarkan uraian di atas kami tertarik untuk mengangkat permasalahan ini dan melakukan penelitian dengan tema yang berjudul, ”KONSEP AL QURAN TENTANG PENGOBATAN”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam penulisan Konsep al Quran tentang pengobatan ini, permasalahan yang dibahas adalah tentang penyakit dan pengobatannya, kemudian dikomparasikan dengan ayat-ayat al Quran yang berkaitan dengan permasalahan tersebut sehingga diharapkan dapat dihasilkan konsep-konsep al Quran tentang penyakit dan pengobatan.

Berdasarkan batasan masalah diatas maka dapat diambil rumusan masalah yaitu, bagaimana ayat-ayat al Quran memberikan konsep yang berkaitan dengan penyakit serta cara pengobatannya? dan bagaimana penafsiran pada ulama?

Pertanyaan ini menjadi penting mengingat penyakit dan pengobatannya harus disesuaikan dengan jenisnya. Dengan mengkaji penafsiran-penafsiran dari para ulama maka perbedaan tentang cara pandang pengobatan melalui media al Quran akan terjawab.

C. Metodologi Penelitian

Penyusunan Konsep al Quran tentang pengobatan ini dilakukan dengan metode sistem kepustakaan (library research) yakni mengumpulkan semua bahan bacaan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas kemudian memahami secara teliti dan hati-hati sehingga menghasilkan temuan-temuan penelitian.

Adapun teknik penulisan mengacu pada buku ”Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta Press, 2002.

D. Tujuan Penelitian

Penyusunan Konsep al Quran tentang pengobatan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang penyakit dan pengobatannya dalam bingkai al Quran secara benar dan komprehensif. Sebagai bagian dari pendalaman ayat-ayat al Quran yang berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat secara luas maka penyakit dan pengobatan haruslah menjadi suatu perhatian khusus.

E. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penyusunan kegiatan ini adalah :

2. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat menambah cakrawala ilmu agama yang berkaitan dengan ilmu kesehatan atau kedokteran.

3. Untuk memberikan informasi yang benar dan menyeluruh dari sumber-sumber yang diyakini kebenarannya oleh umat islam.

4. Menambah wawasan keislaman dan hubungannya dengan kepentingan masyarakat secara luas tentang penyakit dan pengobatan.

F. Sistematika Penelitian

Laporan kegiatan penyusunan Konsep al Quran tentang pengobatan ini terdiri dari 5 (lima) bab dan disusun dengan sistematika sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Bagian ini menjelaskan mengenai berbagai hal yang menjadi dasar dalam penyusunan konsep al Quran tentang pengobatan, apa saja yang melatarbelakanginya, pembatasan dan perumusan masalah, metodologi penelitian, tujuan, kegunaan dan sistematika penelitian.

Bab II Tinjauan Umum Tentang Penyakit

Bab ini menjelaskan beberapa tinjauan umum tentang penyakit dalam konsep al Quran, pengertian penyakit secara etimologis dan terminologis serta macam-macam penyakit.

Bab III Tinjauan Umum Tentang Pengobatan

Bagian ini menjelaskan beberapa tinjauan umum tentang pengobatan dalam konsep al Quran dan sunnah, pengertian pengobatan secara etimologis dan terminologis, ayat-ayat tentang pengobatan dan pentingnya pengobatan al Quran dan sunnah.

Bab IV Hasil Temuan dan Pembahasan

Pada bagian ini menjelaskan beberapa hasil temuan dan pembahasan dari tinjauan umum tentang penyakit dan pengobatan dalam konsep al Quran dan sunnah.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Pada bagian ini diuraikan tentang kesimpulan dan saran sebagai hasil kajian atau penelitian yang dilakukan.

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENYAKIT

A. Pengertian Penyakit (al Maradh)

1. Pengertian Penyakit (al Maradh) Secara Etimologis

Allah Ta’ala berfirman :




”Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui” (QS Fushshilat :3)

..........

”Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min” (QS Al-Isra’ :9)

Dari al Quran al Karim ini Insya Allah kita mendapat petunjuk mendapatkan makna bahasa arab dari kata al maradh, karena memang al Quran itu diturunkan dengan bahasa arab, antara lain :

“Sesuatu yang menimpa badan sehingga menjadikan badan itu keluar dari keseimbangannya yang khusus”[5]

“Setiap yang menjadikan manusia keluar dari lawan keadaan sehat berupa penyakit atau kemunafikan atau lalai dalam urusan”[6]

Al-Maradh ini merupakan keadaan di luar tabiat dan sangat berbahaya. Kata “al maradh” juga secara etimologi terkadang ditujukan kepada pengaruhnya yaitu “al-alamu” (rasa sakit). Sedangkan menurut ilmu kesehatan, al maradh adalah lawan ash-shihah yakni berupa kondisi badan yang menimbulkan berbagai perbuatan yang selamat. Yang dimaksud dengan perbuatan disini adalah kebiasaan-kebiasaan, baik yang bersifat alami seperti pertumbuhan atau yang bersifat naluri (insting) seperti bernafas atau yang bersifat jiwa (nafsaniah) seperti kualitas berfikir. Oleh karena itu ”al Hawal” (juling) dan “al-Hadab” (bongkok) menurut ilmu kesehatan termasuk sakit.[7] Tetapi keduanya merupakan kecacatan yang menimpa pada kondisi badan yang sebelumnya baik.

Al Maradh (sakit) artinya adalah segala sesuatu yang keluar dari batasan sehat dan selamat dari penyakit atau kecacatan atau kekurangan dalam sesuatu urusan.[8] Dalam arti yang lain al maeadh adalah suatu kondisi tubuh yang tidak normal sehingga menimbulkan kerusakan-kerusakan atau perubahan-perubahan yang tidak semestinya.[9]

2. Pengertian Penyakit (al Maradh) Secara Terminologis

Allah Ta’ala berfirman :

“dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku” (QS Asy-Syu’ara’ : 80)

Secara tekstual (nash) kata “al maradh” dan “asy-Syifa” ada dalam al Quran. Tetapi untuk mengetahui istilah yang diberikan oleh para ulama, yaitu dalam buku “Ta’arif Awaliyah”, DR. Khoeruddin[10] berkata : “Al maradh” adalah kondisi yang tidak normal yang menimpa tubuh keseluruhan atau sebagian dan menyebabkan timbulnya berbagai indikasi (al-A’raadh).

B. Penyakit Psikologis dan Maknawi (Hati)

1. Penyakit Psikologis

a) Definisi Penyakit Psikologis Menurut Pakar Psikologi

Psikologi adalah ilmu yang membahas usaha-usaha studi dan interpretasi perilaku normal manusia dengan metode ilmiah yang valid. Ini definisi paling sederhana tentang psikologi.[11]

Seorang ahli ilmu jiwa yang bernama Abdul ‘Ali al-Idrisi[12] mendefinisikan penyakit kejiwaan (psikis) sebagai berikut.

Penyakit kejiwaan adalah penyakit yang menimpa seseorang dan dapat diketahui melalui perilakunya yang ganjil (abnormal), orang yang menderita penyakit ini seolah-olah merasakan dirinya berduka cita,[13] kesepian, sering duduk menyendiri, tidur dan makan menyendiri, suka mengisolasi diri dan kalaupun bergaul dengan orang lain seolah-olah enggan untuk berkumpul dengan mereka, sehingga iapun berpaling dari mereka tanpa ada rasa tanggung jawab dan tidak peduli.

b) Motif-Motif Tingkah Laku Menurut Al Quran

Allah Ta’ala berfirman :

“Musa berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk” (QS Thaahaa : 50)

Dari al Quran al Karim kita dapat mengenal berbagai motif tingkah laku yang merupakan energi penggerak (motorik) yang membangkitkan semangat (spirit) dalam diri manusia, motif ini adalah motif fisiologis[14] dan motif psikologis.[15]

Allah Ta’ala berfirman :










“Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi, yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk” (QS Al-A’la : 1-3)

Diantara hikmah Allah Ta’ala, yang telah memberikan karunia wujud kepada seluruh makhluk adalah meletakkan serbagai spesifikasi dam sifat-sifat khusus dalam diri makhluk-Nya yang memungkinkan makhluk-Nya mampu untuk menunaikan tugas dan kewajiban yang menjadi tujuan diciptakannya. Diantara kekhususan penting yang diberikan oleh Allah Ta’ala dalam tabiat pembentukan hewan dan manusia adalah motif fisiologis. Al Quran al Karim telah mengisyaratkan motif fisiologis ini.

Ayat-ayat al Quran yang ada korelasinya dengan motif-motif ini, antara lain :

· Motif Menjaga Diri

Dalam ayat-ayat al Quran al Karim disebutkan beberapa motif fisiologis yang penting dalam menjaga diri dan survival seseorang, seperti : rasa lapar, haus, lelah, panas, dingin, sakit dan bernafas.

Allah Ta’ala berfirman (QS Thaahaa : 117-120)




“Maka Kami berkata: "Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka”

“Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang,”

“dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya”




“Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?"

Dalam ayat diatas ada isyarat tentang tiga motif penting untuk menjaga diri, yaitu motif lapar, motif haus dan menjauhi panas juga dingin yang berlebihan (pakaian). Ayat ini juga mengisyaratkan kepada motif mencintai.

· Motif Mempertahankan Keberlangsungan Kehidupan (Survival of Spicies)

Allah menciptakan dalam tabiat diri manusia naluri fisiologis alamiah (fitrah) yang mendorong keduanya untuk melakukan berbagai tingkah laku yang penting dalam menjaga diri.

· Motif Naluri Seksual

Naluri seksual memegang fungsi penting dalam melahirkan keturunan demi kelangsungan jenis. Dengan naluri ini manusia membentuk keluarga (masyarakat, bangsa).

Allah Ta’ala berfirman :




“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS Al-Hujurat : 13)




“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (QS A-Nisaa’ :1)




“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?" (QS An-Nahl : 72)

· Motif Naluri Kasih Sayang (Keibuan)

Hikmah Allah Ta’ala berkehendak menciptakan dalam tabiat kamu wanita suatu naluri alamiah yang membuat mereka siap untuk melaksanakan misi utamanya dalam melahirkan demi keberlangsungan jenis manusia.

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan” (Al-Ahqaaf : 15)




“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (Luqman : 14)

2. Penyakit Maknawi (Hati)

a) Hakekat Penyakit Maknawi (Hati)

Allah Ta’ala berfirman :

“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta” (QS Al-Baqarah : 10)




“Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik)” (QS Al-Maidah : 52)

“(Ingatlah), ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya ......” (QS Al-Anfal :49)

Dari ungkapan al Quran tentang jenis penyakit ini, sesungguhnya ini adalah penyakit hati orang-orang munafik atau penyakit kemunafikan. Yang dalam hal ini disebut dengan istilah penyakit maknawi. Penyakit munafik yang terkadang diungkapkan dengan nama keraguan-raguan atau kebimbangan. Ini merupakan penyakit dalam agama, penyakit keimanan, bukan penyakit yang menimpa fisik.

b) Indikasi Penyakit Hati

Allah Ta’ala berfirman :

”Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (bersikap yang membuat orang berani untuk berbuat tidak baik) dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya (niat zina) dan ucapkanlah perkataan yang baik,”(QS Al-Ahzab :32)




”Dalam hati mereka ada penyaki (ragu/subhat), lalu ditambah Allah penyakitnya ; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta” (QS Al-Baqarah : 10)

Dari ungkapan al Quran diatas, maka sesungguhnya indikasi penyakit hati itu adalah suatu kecondongan untuk berbuat yang tidak dibenarkan agama atau norma/etika, diawali dengan keraguan (penyakit subhat) dan juga keinginan syahwat zina (penyakit syahwat).

C. Penyakit Fisik

Allah Ta’ala berfirman :




“Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) dirumah kamu sendiri atau dirumah bapak-bapakmu, dirumah ibu-ibumu, dirumah saudara- saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, dirumah saudara bapakmu yang laki-laki, dirumah saudara bapakmu yang perempuan, dirumah saudara ibumu yang laki-laki, dirumah saudara ibumu yang perempuan, dirumah yang kamu miliki kuncinya atau dirumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya” (QS An-Nuur : 61)




“Tiada dosa atas orang-orang yang buta dan atas orang yang pincang dan atas orang yang sakit (apabila tidak ikut berperang). Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya; niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan barang siapa yang berpaling niscaya akan diazab-Nya dengan azab yang pedih” (QS Al-Fath : 17)

Penyakit disini (buta, pincang dan orang-orang sakit) yang menjadi halangan untuk ikut berperang. Dan tidak ada dosa baginya.

Allah Ta’ala berfirman :




“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS Al-Baqarah : 184)

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS Al-Baqarah : 185)

Bahasan masalah disini adalah berkenaan dengan pembolehan berbuka puasa bagi orang yang sakit dalam perjalanan, dan wajib qadha setelah sembuh dari sakit, maupun setelah kembali dari perjalanan.




“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya” (QS Al-Baqarah : 196)

Penyakit berkenaan dengan melaksanakan haji, sakit disini bersifat umum atau gangguan dikepala seperti pusing dan lainnya.

Allah Ta’ala berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun”. (QS An-Nisaa : 43)




“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur” (Al-Ma’idah : 6)

Penyakit berkenaan dengan orang-orang yang terkena bahaya kalau menggunakan air, mencakup penyakit kulit atau penyakit lain yang berbahaya bila terkena air.

“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu” (QS An-Nisaa:102)

Penyakit berkenaan dengan keadaan turun hujan atau sakit untuk meletakkan senjata jika kalian tidak sanggup untuk menyandangnya.




“Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS At-taubah :91)

Penyakit berkenaan dengan tiada berdosa atas orang-orang yang lemah yang tidak mampu berjihad (orang-orang sakit, orang yang sudah tua renta, orang-orang sakit yang tidak mampu berjihad).

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PENGOBATAN (TERAPI)

A. Pengertian Pengobatan (Terapi)

1. Makna Terapi Secara Etimologis

Asy Syifa (terapi, Bahasa Inggris: Therapy) adalah terbebas dari penyakit dengan cara minum ramuan dan petunjuk yang menjamin.[16]

Asy Syifa (terapi) adalah obat (ad-dawa), bentuk jamaknya adalah “al-Adwiyah,” bentuk subjeknya adalah “al-Asyafi”, arti kata “syafaahu yasyfihi” artinya membebaskannya dan memohon terapi untuknya, dan kata “asyfa ‘alaihi” artinya dekat kepadanya.[17]

2. Makna Terapi Secara Terminologis

Allah Ta’ala berfirman :

“dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku” (QS Asy-Syu’ara’ : 80)

Kata syifa (terapi) menerangkan tentang obat penyakit fisik.




“kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan” (QS An-Nahl : 69)

Kata syifa (terapi) juga bermakna terapi untuk penyakit psikologis, sebagaimana dalam firman-Nya :

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” (Yunus : 57)

Artinya : menyembuhkan apa-apa yang ada dalam dada berupa keraguan dan kebodohan serta obat untuk akidah yang rusak.

“Wal mariidh thalaba lahu syifa” (dan orang yang sakit mencari terapi) artinya, ”washafa lahu ad-dawa asy-syafi” (memberikan resep obat untuk terapinya). Dan perkataan “al-mariidh ad dawa” berarti ia diberi obat agar berobat dengannya.[18]

B. Ayat-Ayat Al Quran Tentang Pengobatan

Banyak ayat Al Qur'an yang mengisyaratkan tentang pengobatan karena Al Qur'an itu sendiri diturunkan sebagai penawar dan Rahmat bagi orang-orang yang mukmin.

QS. Al Isra (17) : 82 : "Dan kami menurunkan Al Qur'an sebagai penawar dan Rahmat untuk orang-orang yang mu'min".

QS. Yunus (10) : 57 : "Hai manusia , telah datang kepadamu kitab yang berisi pelajaran dari Tuhanmu dan sebagai obat penyembuh jiwa, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman".

QS. An-Nahl (16) : 11 : "Dia menumbuhkan tanaman-tanaman untukmu, seperti zaitun, korma, anggur dan buah-buahan lain selengkapnya, sesungguhnya pada hal-hal yang demikian terdapat tanda-tanda Kekuasaan Allah bagi orang-orang yang mau memikirkan".

QS. An-Nahl (16) : 69 : "Dan makanlah oleh kamu bermacam-macam sari buah-buahan, serta tempuhlah jalan-jalan yang telah digariskan tuhanmu dengan lancar. Dari perut lebah itu keluar minuman madu yang bermacam-macam jenisnya dijadikan sebagai obat untuk manusia. Di alamnya terdapat tanda-tanda Kekuasaan Allah bagi orang-orang yang mau memikirkan".

C. Pentingnya Pengobatan dengan Al-Qur'an Dan As-Sunnah[19]

Tidak diragukan lagi bahwa penyembuhan dengan Al-Qur’an dan dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa ruqyah[20], merupakan penyembuhan yang bermanfaat sekaligus penawar yang sempurna.

Al-Qur’an merupakan penyembuh yang sempurna di antara seluruh obat hati dan juga obat fisik, sekaligus sebagai obat bagi seluruh penyakit dunia dan akhirat. Tidak setiap orang mampu dan mempunyai kemampuan untuk melakukan penyembuhan dengan Al-Qur’an. Jika pengobatan dan penyembuhan itu dilakukan secara baik terhadap penyakit, dengan didasari kepercayaan dan keimanan, penerimaan yang penuh, keyakinan yang pasti, terpenuhi syarat-syaratnya, maka tidak ada satu penyakit pun yang mampu melawan Al-Qur’an untuk selamanya. Bagaimana mungkin penyakit-penyakit itu akan menentang dan melawan firman-firman Rabb bumi dan langit yang jika (firman-firman itu) turun ke gunung, maka ia akan memporak-porandakan gunung-gunung tersebut, atau jika turun ke bumi, niscaya ia akan membelahnya.

Oleh karena itu, tidak ada satu penyakit hati dan juga penyakit fisik pun melainkan di dalam Al-Qur’an terdapat jalan penyembuhannya, sebab kesembuhan, serta pencegahan terhadapnya bagi orang yang dikaruniai pemahaman oleh Allah terhadap Kitab-Nya.

Al-Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah mengemukakan. “Barangsiapa yang tidak dapat disembuhkan oleh Al-Qur’an, berarti Allah tidak memberikan kesembuhan kepadanya. Dan barangsiapa yang tidak dicukupkan oleh Al-Qur’an, maka Allah tidak memberikan kecukupan kepadanya[21]

Mengenai penyakit-penyakit badan atau fisik, Al-Qur’an telah membimbing dan menunjukkan kita kepada pokok-pokok pengobatan dan penyembuhannya, dan juga kaidah-kaidah yang dimilikinya. Yakni, bahwa kaidah pengobatan penyakit badan secara keseluruhan terdapat di dalam Al-Qur’an, yaitu ada tiga point.

1). Menjaga kesehatan

2). Melindungi diri dari hal-hal yang dapat menimbulkan penyakit

3). Mengeluarkan unsur-unsur yang merusak badan.[22]

Jika seorang hamba melakukan penyembuhan dengan Al-Qur’an secara baik dan benar, niscaya dia akan melihat pengaruh yang sangat menakjubkan dalam penyembuhan yang cepat.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “Pada suatu ketika aku pernah jatuh sakit, tetapi aku tidak menemukan seorang dokter atau obat penyembuh. Lalu aku berusaha mengobati dan menyembuhkan diriku dengan surat Al-Faatihah, maka aku melihat pengaruh yang sangat menakjubkan. Aku ambil segelas air zamzam dan membacakan padanya surat Al-Faatihah berkali-kali, lalu aku meminumnya hingga aku mendapatkan kesembuhan total. Selanjutnya aku bersandar dengan cara tersebut dalam mengobati berbagai penyakit dan aku merasakan manfaat yang sangat besar. Kemudian aku beritahukan kepada orang banyak yang mengeluhkan suatu penyakit dan banyak dari mereka yang sembuh dengan cepat[23]

Demikian juga pengobatan dengan ruqaa (jama’ dari ruqyah) Nabawi yang riwayatnya shahih merupakan obat yang sangat bermanfaat. Dengan ayat dan do’a yang dipanjatkan. Apabila do’a tersebut terhindar dari penghalang-penghalang terkabulnya do’a itu, maka ia merupakan sebab yang sangat bermanfaat dalam menolak hal-hal yang tidak disenangi dan akan tercapai hal-hal yang diinginkan. Yang demikian itu termasuk salah satu obat yang sangat bermanfaat, khususnya yang dilakukan berkali-kali. Dan do’a pun berfungsi sebagai penangkal bala’ (musibah), mencegah dan menyembuhkannya, menghalangi turunnya, atau meringankannya jika ternyata sudah sempat turun.[24]

Tidak ada yang dapat mencegah qadha’ (takdir) kecuali do’a, dan tidak ada yang dapat memberi tambahan pada umur kecuali kebajikan[25]

Para ulama telah sepakat membolehkan ruqyah dengan tiga syarat, yaitu :[26]

1. Ruqyah itu dengan menggunakan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, atau Asma dan sifat-Nya, atau sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

2. Ruqyah itu boleh diucapkan dalam bahasa Arab atau bahasa lain yang difahami maknanya.

3. Harus diyakini bahwa bukanlah dzat ruqyah itu sendiri yang memberikan pengaruh, tetapi yang memberi pengaruh itu adalah kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan ruqyah hanya merupakan salah satu sebab saja.

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Penelitian

1. Kebiasaan Nabi Dalam Mengobati Orang Sakit[27]

Mengikuti jejak Rosulullah Muhammad SAW, merupakan suatu keharusan bagi umat Islam. Termasuk mewarisi metodologi pengobatan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Pengobatan yang dilakukan Rosulullah menggunakan tiga cara, yaitu melalui do’a atau pengobatan dengan menggunakan wahyu-wahyu Ilahi yang lebih dikenal dengan istilah do’a-do’a ma-tsur yang datang dari Al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW yang shahih. Kedua menggunakan obat-obat tradisional baik dari tanaman maupun hewan. Dan ketiga adalah menggunakan kombinasi dari kedua metode tersebut.

Dalam sebuah hadist disebutkan “Hendaknya kalian menggunakan dua macam obat yaitu madu dan Al Qur’an”. Dari hadist tersebut madu merupakan lambang atau perwakilan dari obat-obat tradisional yang ada di bumi dan kita sebagai manusia yang diberikan akal sehat harus dapat menggali obat-obat tradisional yang banyak terdapat di muka bumi ini, bahkan letaknya tidak jauh dari sekitar kehidupan kita.

Semua penyakit dan Kesembuhan datangnya hanya semata-mata dari Allah SWT, sehingga obat apapun yang diberikan akan mampu menyembuhkan dengan seizin Allah SWT.

Sedangkan pengobatan dengan menggunakan Al Qur’an tidak lain adalah memanjatkan do’a dengan membaca ayat-ayat suci Al Qur’an yang merupakan wahyu Allah SWT dari langit yang diturunkan kepada Rosulullah SAW ke muka bumi.

Do’a mukjizat untuk kesembuhan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umat-Nya. Antara lain dari Hadist yang dikeluarkan oleh Dawud dan Ibnu Hibban, dari Abdullah bin Amr bin Ash r.a, ia berkata bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:

“Jika seseorang menengok orang sakit, hendaklah ia membaca: Ya Allah, sembuhkanlah hamba-Mu ini agar ia bisa melukai/ membunuh musuh-Mu atau bisa meraih ridha-Mu dengan menghadir i jenazah.’”

Bagi umat Islam tentu mengamalkan keduanya dalam pengobatan akan lebih baik. Mengingat semua penyakit dan kesembuhan datangnya hanya semata-mata dari Allah SWT, sehingga obat apapun yang diberikan akan mampu menyembuhkan dengan seizin Allah SWT. Bahkan Rosulullah SAW seringkali dalam pengobatan menggunakan kedua metode tersebut.

Nabi Muhammad SAW sebagai Rosul yang diperintahkan oleh Allah untuk menyampaikan wahyu kepada umat-Nya tidak lepas perilakunya dari Al Qur’an karena beliau dijadikan sebagai suri tauladan yang baik untuk semua manusia.

Firman Allah : ” Sesungguhny apada diri Rosulullah ada terdapat suri tauladan yang baik untuk kamu, bagi orang-orangyang mengharapkan rahmat dan hari kemudian dan yang banyak memuja Allah SWT.” (Al Ahzab : 21)

Kata Imam Ali: “Sesungguhnya semua tingkah laku Nabi Muhammad SAW adalah Al Qur’an.”

2. Metoda Pengobatan Nabi Muhammad SAW[28]

Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul yang diperintahkan oleh Allah untuk menyampaikan wahyu kepada umat-Nya tidak lepas tingkah lakunya dari Al Qur’an karena beliau dijadikan sebagai suri tauladan yang baik untuk semua manusia.

Firman Allah : ”Sesungguhnya pada diri Rasul itu ada terdapat suri tauladan yang baik untuk kamu ,bagi orang-orang yang mengharapkan Rahmat dan hari kemudian dan yang banyak yang memuja Allah” ( Al Ahzab : 21).

Kata Imam Ali :”Sesungguhnya semua tingkah laku Nabi Muhammad SAW adalah Al Qur’an“.

i). Ruqyah

Ruqyah atau yang kita kenal dengan jampi-jampi merupakan salah satu cara pengobatan yang pernah diajarkan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammmad SAW. Ketika Rasullulloh sakit maka datang Malaikat Jibril mendekati tubuh beliau yang sangat indah kemudian Jibril membacakan salah satu doa sambil ditiupkan ketubuh Nabi, seketika itu Beliau sembuh.inilah doanya ” BismIlahi arqiika minkulli syai-in yu’dziika minsyarri kulli nafsin au-ainiasadin Alloohu yasyfiika bismIlahi arqiika “. Ada tiga cara yang dilakukan Nabi dalam Ruqyah :

a. Nafats

Nafats yaitu membaca ayat Al Qur’an atau doa kemudian ditiupkan pada kedua telapak tangan kemudian diusapkan keseluruh badan pasien yang sakit. Dalam satu riwayat bahwasanya Nabi Muhammmad SAW apabila beliau sakit maka membaca “Al-muawwidzat” yaitu tiga surat Al Qur’an yang diawali dengan kata ”A’udzu” Yaitu : surat An Nas, Al Falaq dan Al Ikhlas kemudian ditiupkan pada dua telapak tangannya lalu diusapkan keseluruh badan.

b. Air liur yang ditempelkan pada tangan kanannya

Di riwayatkan oleh Bukhari-Muslim : Bahwasanya Nabi Muhammad SAW apabila ada manusia tergores kemudian luka ,maka beliau membaca doa kemudian air liurnya ditempelkan pada tangan kanannya, lalu diusapkan pada luka orang itu.Inilah doanya.”ALLAHUMMA ROBBINNAS ADZHABILBAS ISYFI ANTASY-SYAFII LAA SYIFA-A ILLA SYIFA-UKA LAA YUGODIRU SAQOMAN “.

c. Meletakkan tangan pada salah satu anggota badan.

Nabi Muhammad SAW pernah memerintahkan Utsman bin Abil Ash yang sedang sakit dengan sabdanya: ”Letakkanlah tanganmu pada anggota badan yang sakit kemudian bacalah “Basmalah 3x dan A’udzu bi-izzatillah waqudrotihi minsyarrima ajidu wa uhajiru 7x”

ii). Doa Mukjizat

Banyak do’a-do’a untuk kesembuhan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umat-Nya.

iii). Dengan Memakai Madu

Sebagaimana Ayat diatas bahwa madu Allah jadikan sebagai obat maka Rasululloh menggunakan madu untuk mengobati salah satu keluarga shahabat yang sedanga sakit .Dalam satu riwayat, ada shahabat datang kepada Nabi SAW memberitahukan anaknya sedang sakit, kemudian Nabi menyuruh orang itu meminumkan anaknya madu asli sambil membaca doa.

3. Metoda Pengobatan Para Rasul Sebelumnya

a. Nabi Isa. As

Dan akan dijadikan-Nya sebagai Rasul untuk Bani Israil. Katanya : Aku ini datang kepadamu membawa tanda Mukjizat dari tuhanmu yaitu aku dapat membuat dari tanah liat ini rangka burung untuk kalian, kemudian aku tiup lalu menjadi seekor dengan izin Allah. Dan aku sanggup menyembuhkan orang buta, penyakit sopak dan menghidupkan orang mati dengan izin Allah ” ( QS.Ali Imran : 49).

Nabi Isa mengobati penyakit buta dan sopak dengan cara diusap dengan tangan-Nya mata yang buta dan anggota tubuh yang terkena sopak dengan izin Allah melalui mukjizatnya maka seketika itu sembuh.

b. Nabi Musa. As

Sebagai seorang Rasul yang sangat dalam ilmunya dan sanggup melumpuhkan Fira’un sang raja kafir yang sangat kuat dan menguasai sebagian besar alam, karena sangat kuasanya sampai -sampai dia mengaku dirinya tuhan dari segala makhluk.” Maka berkata Fira’un : ”Akulah Tuhan yang maha tinggi” ( An-Naziat : 24). Nabi Musa tidak terlepas dari sifat kemanusiannya yang merupakan Sunnatulloh yaitu sakit. Beliau pernah sakit lalu memetik sehelai daun yang diniatkan sebagai obat yang hakikatnya Allah yang menyembuhkan kemudian ditempelkan pada anggota yang sakit, karena Mukjizatnya seketika itu sembuh. Dan kedua kalinya beliau sakit kemudian memetik sehelai daun secara spontanitas tanpa diniatkan sebagai obat yang hakikatnya Allah Sang Penyembuh maka ketika itu sakitnya tidak sembuh .

4. Metoda Pengobatan Hukama ( Ahli Hikmah )

Ahli Hikmah adalah orang-orang shalih yang diberikan oleh Allah ilmu dan Karomah sehingga dia tahu rahasia Allah. Para Ahli Hikmah umumnya dijadikan sebagai Thabib ( Dokter ) atau Paranormal oleh kebanyakan orang karena mereka mendapat bimbingan langsung dari Allah. ”Allah SWT memberikan Al-Hikmah (kebijaksanaan) kepada orang yang dikehendaki“. Barangsiapa yang diberinya Al-Hikmah maka ia mendapat banyak kebaikkan. Hanya orang-orang yang mau berfikir yang dapat mengambil pelajaran” ( Al-Baqarah :269 )

1. Ruqyah ( Jampi-jampi )

Ruqyah yang diajarkan malaikat Jibril kepada Nabi dan yang dilakukan oleh Nabi. Lain dengan ruqyah yang dilakukan oleh Hukama, tetapi doa yang mereka gunakan pengertiannya sama. Para ahli Hikmah apabila mengobati seseorang dengan cara ruqyah dengan membaca ayat Al Qur’an atau doa kemudian ditiupkan kedalam air yang nantinya air itu diminum oleh si Pasien. Salah satu contoh bacaan ruqyah Hukama : Membaca Al-Fatihah untuk Nabi, keluarga, shahabat dan para wali seperti Syeikh Abdul Qodir Jailani, kemudian membaca doa untuk kesembuhan.

2. Wafaq

Wafaq ialah ayat Al Qur’an, Asma Allah, zikir atau doa yang ditulis diatas benda seperti kertas, kain yang dijadikan sebagai media pengobatan atau lainnya oleh para Ahli hikmah. Salah satu contoh : Wafaq untuk orang yang sakit hati (Liver) ditulis pada gelas putih kemudian diisi air lalu diminumkan. Insya Allah sembuh. (Tulis huruf Ha besar 2 kali dan huruf Ain 6 kali).

Dari Utsman bin Affan, ia berkata, “Aku Sakit, Rosulullah SAW mengundangku dan mendo’akanku. Beliau mengucapkan kalimat, ‘Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Aku memohonkan perlindungan untukmu kepada Allah Yang Maha Esa. Tempat bergantung segala sesuatu. Yang tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Tiada seorang pun yang setara dengan-Nya. Aku memohonkan perlindungan untukmu dari semua keburukan yang kau dapat.’ Beliau mengucapkan kalimat ini sebanyak tigakali.”

Allah menyembuhkan penyakitku. Tatkala Rosullulah SAW hendak berdiri, Beliau mengatakan kepadaku, “Wahai Utsman! Berta’awwudzlah dengan kalimat tadi. Tidak ada ucapan ta’awwudz yang engkau ucapkan sebanding dengan itu.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Zanjawaih dalam “At-Targhib”. Sanad hadist ini dhaif sebagaimana yang ada dalam “Kanzu Al Ummal“)

B. Pembahasan

1. Pengantar

Semua ajaran Nabi mengenai kesehatan fisik selalu menekankan pada usaha prefentif atau pencegahan. Nabi selalu berpesan agar berhati-hati dan mencari pengamanan terhadap penyakit yang menular maupun tidak. Dalam salah satu riwayat, Rosul bersabda "Jika terjadi sesuatu penyakit sedang menjalar, janganlah engkau keluar dari situ, dan jika engkau belum berada di dalamnya, janganlah engkau menuju ke sana."

Bahkan, Islam senantiasa menekankan untuk memperhatikan kebersihan pribadi. Ada suatu ajaran yang populer, "Annadhofatu minal iman" yang artinya : "Kebersihan sebagian dari pada iman. Kebenaran sikap prefentif yang diajarkan nabi ternyata terbukti, sebab tatkala orang akan lalai menjaga kesehatannya maka ia akan mengalami kesakitan.

Pengobatan di jaman modern ini bertumpu pada fisik tubuh saja, padahal seperti kita ketahui tubuh itu bukan monopoli fisik ada juga spiritual (ruh)nya. Penyembuhan fisik ini bertumpu dari luar ke dalam, sementara penyembuhan spiritual bertumpu dari dalam ke luar, dengan menggunakan energi Ilahiah.

Dalam ilmu pengobatan para medis Islam tidak bisa dipandang hanya dengan sebelah mata. Ibnu Sina (Avicenna) adalah salah seorang Ilmuwan Islam yang ahli dibidang ilmu kedokteran, bahkan buku-buku karangannnya sebagai rujukan kalangan medis modern.

Pengobatan ala nabi sangatlah luas, di dalamnya termasuk pengobatan psychis, pengobatan dengan makanan bergizi, berolah-raga, pengobatan dengan sesuatu yang tidak diharamkan, bekam dan pengobatan dengan cara tidur. Akan tetapi, dalam diskusi kali ini kita akan membahas pengobatan melalui energi spiritual.

Energi spiritual umumnya dilakukan melalui tehnik meditasi, melalui bacaan-bacaan ayat Al Quran, dan doa-doa, yang umunya di ajarkan para Nabi, Rosul dan para Wali.

Yang dimaksud pengobatan spiritual adalah penyembuhan dengan menyalurkan energi yang ada di sekitar kita. Caranya dengan menangani medan energi secara langsung, perlu kita ketahui bahwa semua benda memiliki energi elektromagnetik atau aura, yang memiliki dan saling menekan tubuh mereka.

Dalam pengobatan spiritual, energi Ilahiah digunakan untuk memainkan pola-pola energi di dalam dan di sekitar tubuh. Meminjam ilmu energi menurut ahli fisika Einstein, E=MC2 , maksudnya energi ini menghasilkan peningkatan pangkat ketika diaktifkan, meningkatkan perluasan energi atom disekelilingnya, menyebarkan energi berantai dari pelepasan energi tersebut. Fenomena yang sama ini terlihat dalam reaksi atom, dimana kekuatan dahsyat dikeluarkan dengan mengeluarkan sejumlah massa fisika ke dalam sebuah energi yang besar. Penyembuhan spiritual menggunakan prinsip yang sama dengan cara memanfaatkan energi Ilahiah dan mengaktifkan kekuatan kehidupan di dalam tubuh pasien dan menyalurkan energi Ilahiah itu pada bagian tubuh yang memerlukannya. Untuk membahas lebih detail diperlukan kemampuan melihat warna aura masing-masing bagian tubuh.

2. Pengobatan dengan Ruqyah dan Doa

Ruqyah (jampi-jampi) itu ada dua, yaitu Ruqyah Syar'iyah dan Ruqyah Syirkiyah.

Ruqyah syariyah itu pengobatan melalui ayat-ayat dan doa-doa yang diambil dari sumber Al Quran dan doa-doa yang sesuai dengan syariat dan pembacaannya sebagai ibadah dan dilakukan dengan penuh ikhlas serta dengan mengharapkan ridhaNya. Sementara ruqyah Syirkiyah adalah jampi-jampi melaui perantaraan dukun yang biasanya pengobatannya dengan syarat-syarat tertentu, seperti minyak zafaron, telor hitam, daun sirih, tanggal lahir, weton dan lain-lain.

Karena Ruqyah adalah ibarat senjata, maka kehebatan senjata akan tampak ketika yang mengendalikannya adalah ahlinya, dan mengetahui kekuatan musuhnya. Walaupun musuh nampaknya kuat, bila sang ahli mengetahui kelemahannya dan tahu bagaimana menggunakan senjatanya maka menjadi nampak hebat dan dahsyat hasilnya, sehingga musuh mudah bertekuk lutut.

Orang-orang yang membaca mantra-mantra syirik untuk mengundang setan, tidak ada apa-apanya ketika berhadapan dengan orang yang membacakan Ruqyah Syar'iyyah. Ibarat debu yang berhamburan disapu oleh badai. Apalagi pada saat ruqyah dibarengi dengan pukulan terhadap setan yang merasuk dalam tubuh, sehingga kekuatannya melemah dan hancur. Lebih hebat lagi bila ditambahkan dengan meminum air juice daun bidara, kemudian dibacakan kepada pasien, sehingga setan melemah dan pergi meninggalkan tubuh pasien.

Keistimewaan Ruqyah Syar'iyyah

Menghidupkan sunnah Rosul, apabila dilakukan dengan ikhlas akan membantu pasien terlepas dari setan manusia dan jin melalui kalimat Allah, pembacaan Ayat Alquran dan Doa adalah bernilai ibadah yang utama dan tinggi derajatnya disisiNya, maka akan mudah terkabulnya, walaupun tidak seketika sembuh, sesuai dengan kesiapan antara pasien yang diterapi maupun yang melakukan terapi. Ruqyah Syar'iyyah juga merupakan bukti pengaduan hambaNya yang lemah kepada Allah Yang Maha Kuat dan Perkasa, bagi yang terbebas dari jin atau sihir maka merupakan penguat benteng keimanan dan melalui pembacaan kalam Ilahi dan Dzikrullah. Melakukan Ruqyah Syar'iyyah juga berguna bagi yang mengalami sakit medis, tekanan kejiwaan, penyakit mental, pembentengan diri, terapi gangguan jin dan serangan sihir serta menghancurkan ilmu sihir yang pernah dipelajarinya.

Untuk di-Ruqyah Syariyah, tidak ada persyaratan khusus selain ikhlas, bersedia untuk mendekatkan diri kepada Allah atau melemahkan setan. Sebelum diruqyah Syar'iyyah sebaiknya bertaubat, berwudhu, dan melakukannya dengan posisi yang nyaman, berbaring ataupun duduk.

3. Pengobatan dengan Dzikir

Berdasarkan penelitian Dr. Herbert Benson dari Fakultas Kedokteran Harvard University menjelaskan bahwa ibadah dan keimanan kepada Allah memiliki lebih pengaruh baik kepada manusia. Menurut Benson tidak ada keimanan yang banyak memberikan kedamaian jiwa sebagaimana keimanan kepada Allah. Menurutnya, bahwa jasmani dan ruhani manusia telah dikendalikan untuk percaya kepada Allah.

Menurut penelitian David B. Larson dan timnya dari The American National Health Research, diantaranya perbandingan yang taat beragama dengan yang tidak taat beragama untuk sakit jantung 60% lebih rendah dan bunuh diri 100% lebih rendah dari pada yang tidak taat beragama.

Sementara itu Prof. Dr. Dadang Hawari, dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menyatakan bahwa berdoa dan berdzikir merupakan bentuk komitmen keagamaan seseorang yang merupakan unsur penyembuh penyakit atau sebagai psikoterapeutik yang mendalam. Doa dan dzikir merupakan terapi psikoreligius yang dapat membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme yang paling penting selain obat dan tindakan medis.

Berkaitan dengan itu , doa dan dzikir merupakan komitmen keimanan seseorang. Doa adalah permohonan yang dimunajatkan ke kehadirat Allah SWT. Dzikir adalah mengingat Allah SWT dengan segala sifat-sifat-Nya.

Secara umum dzikrullah adalah perbuatan mengingat Allah dan keagungannya dalam bentuk yang meliputi hampir semua ibadah, perbuatan baik, berdoa, membaca Al Quran, mematuhi orang tua, menolong teman yang dalam kesusahan dan menghindarkan diri dari kejahatan dan perbuatan dzalim. Dalam arti khusus dzikrullah adalah menyebut nama Allah sebanyak-banyaknya dengan memenuhi tatatertib, metode, rukun dan syarat sesuai yang diperintah oleh Allah dan rasulnya.

4. Pengobatan dengan HABBATUS SAWDA' (JINTAN HITAM)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

Sesungguhnya di dalam habbatus sawda’ (jintan hitam) terdapat penyembuh bagi segala macam penyakit kecuali kematian”.

Ibnu Syihab mengatakan : “Kata As-Saam di sini berarti kematian, sedangkan habbatus sawda’ berarti syuniz[29]

Habbatus sawda’ ini mempunyai manfaat yang sangat banyak[30]. Jintan hitam sangat bermanfaat untuk mengobati berbagai macam penyakit dengan izin Allah.

5. Pengobatan dengan Madu

Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memikirkan” [An-Nahl : 69]


Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

Kesembuhan itu ada pada tiga hal, yaitu : Dalam pisau pembekam, meminumkan madu, atau pengobatan dengan besi panas (kayy). Dan aku melarang ummatku melakukan pengobatan dengan besi panas (kayy)”.[31]

6. Pengobatan dengan Bekam[32]

Berbekam[33] termasuk pengobatan yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan bekam dan memberikan upah kepada tukang bekam.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

Sesungguhnya sebaik-baik apa yang kalian lakukan untuk mengobati penyakit adalah dengan melakukan bekam[34]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

Sebaik-baik pengobatan penyakit adalah dengan melakukan bekam[35]

Wasiat Malaikat Untuk Berbekam Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidaklah aku melewati seorang Malaikat ketika di Mi’rajkan ke langit kecuali mereka mengatakan ‘Wahai Muhammad, lakukanlah olehmu berbekam[36]


Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan ketika beliau di Isra’kan, tidaklah beliau melewati sekumpulan Malaikat melainkan mereka meminta kami,” Perintahkanlah ummatmu untuk berbekam”.

Waktu Yang Paling Baik Untuk Berbekam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang ingin berbekam, hendaklah ia berbekam pada tanggal 17,19,21 (bulan Hijriyyah), maka akan menyembuhkan setiap penyakit”[37]

Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Sesungguhnya hari yang paling baik bagimu untuk berbekam adalah hari ke 17, hari ke 19, dan hari ke 21 (bulan Hijriyyah)”.

Hari yang paling baik untuk berbekam adalah pada hari Senin, Selasa dan Kamis. Sebaliknya hindari berbekam pada hari Rabu, Jum’at, Sabtu dan Ahad”.[38]

7. Pengobatan dengan Air Zamzam[39]

“Air zamzam itu penuh berkah. Ia merupakan makanan yang mengenyangkan (dan obat bagi penyakit)”[40].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda.

“Air zamzam tergantung kepada tujuan di minumnya”[41]


Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membawa air zamzam (di dalam tempat-tempat air) dan girbah (tempat air dari kulit binatang), beliau menyiramkan dan meminumkannya kepada orang-orang yang sakit”.


Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “Aku sendiri dan juga yang lainnya pernah mempraktekkan upaya penyembuhan dengan air zamzam terhadap beberapa penyakit, dan hasilnya sangat menakjubkan, aku berhasil mengobati berbagai macam penyakit dan aku pun sembuh atas izin Allah”.


Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Dia memberikan bimbingan kepada kita untuk dimudahkan dalam menggunakan pengobatan yang sesui dengan syari’at (Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Sungguh banyak ayat Al Qur’an yang menerangkan tentang pengobatan. Karena bagaimanapun juga, selain sebagai pegangan hidup, al Qur’an diturunkan sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin. Beberapa ahli tafsir menyatakan bahwa nama lain al Qur’an adalah asy syifaa’ yang artinya secara bahasa adalah obat penyembuh.

Selain menerangkan pengobatan, al Qur’an juga menceritakan tentang keindahan alam
semesta yang bisa kita jadikan sebagai sumber untuk membuat obat-obatan, subhanAllaah. Sangatlah jelas apa yang diterangkan al Qur’an, sehingga orang yang merenungi ayat-ayat diatas pastilah akan merasakan ketenangan jiwa ketika membaca al Qur’an. Selain
itu, pegangan kita sebagai seorang muslim adalah al Hadits, banyak pula hadits
Rasulullaah saw yang menerangan keutamaan membaca, menghafalkan, bahkan
mempelajari al Qur’an.

Malik Badri melaporkan hasil penelitian Al Qadi di Florida, Amerika
Serikat. Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa hanya dengan mendengarkan
bacaan al Qur’an, seorang muslim, baik mereka yang berbahas Arab mauppun yang
bukan, mampu merasakan perubahan fisiologis yang besar, seperti penurunan
depresi, kesedihan, bahkan dapat memperoleh ketenangan dan menolak berbagai
macam penyakit. Penemuan Al Qadi ini diperoleh dengan bantuan peralatan
elektronik mutakhir untuk mendeteksi detak jantung, ketahanan otot, dan
ketahanan kuit terhadap aliran listrik. Penemuan ini menunjukkan bahwa bacaan
al Qur’an berpengaruh besar (hingga 97%) dalam memberikan ketenangan dan
penyembuhan penyakit.

Sungguh, masih banyak lagi dalil yang menerangkan bahwa berbagai penyakit bisa disembuhkan dengan membaca atau dibacakan ayat-ayat al Qur’an. Kesimpulan
hasil uji coba tersebut diperkuat oleh penelitian DR. Ahmad Husain Ali Salim yang
dipublikasikan oleh Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Ummu Darman Sudan.

B. Saran

Sejarah telah membuktikan bahwa sistem pengobatan yang diajarkan oleh orang Islam terkenal sejak masa lampau. Diantara beberapa ahli kesehatan dan pengobatan yang terkenal adalah : Ibnu Sinna, Al Razy, Al Zahrawy dan Ibn Nafis dan lain-lain. Mereka telah menemukan ilmu pengobatan, lengkap dengan penjelasan gejala-gejalanya. Apoteker Muslim juga banyak menyumbangkan pemikirannya bagi perkembangan dunia medis terutama yang menyangkut penemuan obat-obatan kimia. Sebagai contoh temuan Al Zahrawy, seorang tabib Andalusia yang menciptakan alat untuk melahirkan bayi.

Selain pengobatan fisik tersebut, pengobatan spiritual juga cukup banyak hanya saja pengobatan-pengobatan tersebut umumnya beredar di lingkungan tradisional dan pengikut ajaran sufisme.

Setidak-tidaknya tulisan ini menyadarkan kepada kita bahwa ada pengobatan dari eksternal dan internal. Maka di tengah derasnya serbuan pengobatan modern dan pengobatan alternatif dari dalam atau luar negeri kedalam lingkungan kaum muslimin, tanpa
jaminan kehalalan, memaksa kita menggunakan bahan dan cara yang haram,
bahkan dapat membawa kita kepada perbuatan syirik, sangat mahal tapi
tanpa jaminan kesembuhan secara sempurna, bahkan mungkin menimbulkan
komplikasi yang lebih berat, maka kembali kepada thibbun nabawi adalah
solusi yang tepat dan selamat. Keuntungan ganda akan kita peroleh,
yaitu kesehatan tubuh dan terselamatkannya aqidah umat Islam.
Pengobatan melalui konsep al Quran menjadi pilihan terbaik untuk berobat, karena murah, aman, praktis dan sesuai sunnah Rasulullah SAW. Apabila ini dilakukan
secara baik dan benar sesuai kaidah medis, maka akan memberikan hasil
yang luar biasa.

Namun tentunya, berkaitan dengan kesembuhan suatu penyakit, seorang
hamba tidak boleh bersandar semata dengan pengobatan tertentu, dan
tidak boleh meyakini bahwa obatlah yang menyembuhkan sakitnya.
Seharusnya ia bersandar dan bergantung kepada Dzat yang memberikan
penyakit dan menurunkan obatnya sekaligus, yakni Allah SWT. Seorang
hamba hendaknya selalu bersandar kepada-Nya dalam segala keadaannya.
Hendaknya ia selalu berdoa memohon kepada-Nya agar menghilangkan segala
kemudharatan yang tengah menimpanya.

Daftar Pustaka

a. Salim, DR. Ahmad Husain Ali, Terapi al Quran untuk Penyakit Fisik dan Psikis Manusia. Penerbit Asta Buana Sejahtera, Jakarta. 2006.

b. Yafie, Ali, dalam sambutan tim pembaca ahli “Atlas Al Quran, terj” P.T. Kharisma Ilmu, Jakarta 2005.

c. Mahmud Muhammad, Mahir Hasan, “Mukjizat Kedokteran Nabi, terj” Jakarta : Qultum Media, Cet. I, 2007.

d. Shihab, Quraish, “Tafsir Al Mishbah” Lentera Hati, Jakarta 2001.

e. Kamil Abdushahamad, Muhammad, “Mukjizat Ilmiah dalam al Quran, terj” P.T. Akbar, Jakarta 2004.

f. Jawas, Yazid bin Abdul Qadir, Do’a & Wirid Mengobati Guna-Guna Dan Sihir Menurut Al-Qur’an Dan As-Sunnah, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Cetakan Keenam Dzulhijjah 1426H/Januari 2006M.



[1] Yafie, Ali, dalam sambutan tim pembaca ahli “Atlas Al Quran, terj” P.T. Kharisma Ilmu, Jakarta 2005.

[2] Mahmud Muhammad, mahir Hasan, “Mukjizat Kedokteran Nabi, terj” Jakarta : Qultum Media, Cet. I, 2007

[3] Shihab, Quraish, “Tafsir Al Mishbah” Lentera Hati, Jakarta 2001.

[4] Kamil Abdushahamad, Muhammad, “Mukjizat Ilmiah dalam al Quran, terj” P.T. Akbar, Jakarta 2004

[5] At-Ta’rifaat, al-Jurjani, hlm. 234. Dia adalah al-‘Allamah Muhammad Syarif al-Jurjani, lahir di Jurjan, tahun 740H/340M, wafat di Syiraz 16H/1413M (dalam footnote buku Terapi al Quran untuk Penyakit Fisik dan Psikis Manusia, DR. Ahmad Husain Ali Salim)

[6] Tafsir al-Qurthubi, 1/197-al-Qurthubi adalah Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, Tafsir al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an. (dalam footnote buku Terapi al Quran untuk Penyakit Fisik dan Psikis Manusia, DR. Ahmad Husain Ali Salim)

[7] Tafsir al Alusi 1/146, al-Alusi adalah Abul fadhil Syihabuddin as-Sayyid Mahmud Syukri al-Alusi al-Baghdadi. (dalam footnote buku Terapi al Quran untuk Penyakit Fisik dan Psikis Manusia, DR. Ahmad Husain Ali Salim).

[8] Al-Mu’jam al-Wasith 2/870, Lajnah Majmu’ah Mu’allifin (dalam footnote buku Terapi al Quran untuk Penyakit Fisik dan Psikis Manusia, DR. Ahmad Husain Ali Salim).

[9] Mifrahul ’ulum, karya al-Imam Sirajul Millah wa Addin Abu Ya’qub Yusuf bin Abu Bakar Muhammad bin Ali as-Sakaki. (dalam footnote buku Terapi al Quran untuk Penyakit Fisik dan Psikis Manusia, DR. Ahmad Husain Ali Salim).

[10] DR. Khoeruddin Syarif al-Umri – seorang dokter dalam disiplin ilmu kedokteran (Baghdad), Maktabah an-Nahdhah, Baghdad. (dalam footnote buku Terapi al Quran untuk Penyakit Fisik dan Psikis Manusia, DR. Ahmad Husain Ali Salim).

[11] Mausu’ah al-ulum ath-Thibbiyyah (Ensiklopedia Ilmu Kedokteran), hlm.380-381. (dalam footnote buku Terapi al Quran untuk Penyakit Fisik dan Psikis Manusia, DR. Ahmad Husain Ali Salim).

[12] DR. Abdul Ali seorang dokter Sudan. (dalam footnote buku Terapi al Quran untuk Penyakit Fisik dan Psikis Manusia, DR. Ahmad Husain Ali Salim).

[13] Sebuah perasaan sedih yang mendalam disertai dengan perasaan berdosa, lemah dan usaha untuk bunuh diri, “Dalilul Mausu’ah al-Mukhtasharah Fi ‘Ilmi an-Nafsi”, hlm.31. (dalam footnote buku Terapi al Quran untuk Penyakit Fisik dan Psikis Manusia, DR. Ahmad Husain Ali Salim).

[14] Juga dinamakan motif primer, yaitu fungsi anggota tubuh yang dikehendaki maupun yang tidak dikehendaki

[15] Juga dinamakan motif sekunder atau motif yang diusahakan atau dipelajari atau motif sosial.

[16] Ensiklopedia Ilmu Medis, hlm. 25-26 (dalam footnote buku Terapi al Quran untuk Penyakit Fisik dan Psikis Manusia, DR. Ahmad Husain Ali Salim).

[17] Al-Qamus al-Muhith, juz 4, hlm.351 (dalam footnote buku Terapi al Quran untuk Penyakit Fisik dan Psikis Manusia, DR. Ahmad Husain Ali Salim).

[18] Al-Qamus al-Muhith, jilid 2, 356 (dalam footnote buku Terapi al Quran untuk Penyakit Fisik dan Psikis Manusia, DR. Ahmad Husain Ali Salim).

[20] Ruqyah jama’nya adalah ruqaa, yaitu bacaan-bacaan untuk pengobatan yang syar’i (yaitu berdasarkan pada riwayat yang shahih, atau sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh para ulama)

[21] Lihat Zaadul Ma’aad karya Ibnul Qayyim, (IV/352)

[22] Lihat sumber-sumber sebelumnya Zaadul Ma’aad (IV/6, 352)

[23] Lihat Zaadul Ma’aad (IV/178) dan Al-Jawaabul Kaafi (hal. 23)

[24] Lihat Al-Jawaabul Kaafi (hal. 22-25)

[25] HR Al-Hakim I/493, Ibnu Majah no. 4022, Ahmad V/277, 280, 282 dan Ath-Thahawi no. 3069 dari Tsauban dan At-Tirmidzi no. 2139, Ath-Thahawi dalam Musykilul Autsaar VIII/78 no 3068 dari Salman dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani, lihat Silsilah Al-Ahaadits Ash-Shahiihah no. 154

[26] Lihat Fathul Baari (X/195), juga Fataawa Al-Allamah Ibni Baaz (II/384)

[27] Dr. Indah S.Y., Ust. Ahmad Su’udi, Menjadi Dokter Muslim, Metode: Ilahiyah, Alamiyah dan Ilmiah. Penerbit Java Pustaka, 2006

[28] Dr. Indah S.Y., Ust. Ahmad Su’udi, Menjadi Dokter Muslim, Metode: Ilahiyah, Alamiyah dan Ilmiah. Penerbit Java Pustaka, 2006

[29] Al-Bukhari no. 5688/Al-Fath X/143, dan Muslim no. 2215 dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu. Lafazh ini adalah lafazh Muslim.

[30] Zaadul Ma’aad IV/297 dan lihat juga Ath-Thibbu Minal Kitab was Sunnah, karya Al-Allamah Muwaffaquddin Abdul Lathif Al-Baghdadi (hal.88)

[31] HR Al-Bukhari no. 5681/Fathul Baari X/137. Lihat bab : “Beberapa manfaat madu”. Zaadul Ma’aad IV/50-62.

[32] Jawas, Yazid bin Abdul Qadir, Do’a & Wirid Mengobati Guna-Guna Dan Sihir Menurut Al-Qur’an Dan As-Sunnah, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Cetakan Keenam Dzulhijjah 1426H/Januari 2006M

[33] Bekam : Mengeluarkan darah kotor dari kepala, badan, dan anggota tubuh lainnya dengan alat bekam.

[34] HR Abu Dawud no. 3857 dan Ibnu Majah no. 3476, Al-Hakim IV/410, Ahmad II/342 dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, lihat Shahiih Ibni Majah II/259 no 2800 dan Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah no. 760

[35] HR Ahmad V/9,15,19, Al-Hakim IV/208 dari Samurah Radhiyallahu ‘anhu. Lihat Shahiih Al-Jaami’ish Shaghiir no. 3323, Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah no. 1053

[36] HR Ibnu Majah no. 3477, Shahiih Ibni Majah II/259 no. 2801, Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah no. 2263

[37] HR. Abu Dawud no. 3861 Al-Hakim, Al-Baihaqi IX/340 Dari Abu hurairah Radhiyallahu ‘anhu. Lihat Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah no 622

[38] HR Ibnu Majah no. 3487, Shahiih Ibn Majah II/261, Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah no. 766

[39] Jawas, Yazid bin Abdul Qadir, Do’a & Wirid Mengobati Guna-Guna Dan Sihir Menurut Al-Qur’an Dan As-Sunnah, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Cetakan Keenam Dzulhijjah 1426H/Januari 2006M.

[40] HR Muslim IV/1922 no. 2473 dan matan yang terdapat dalam kurung adalah menurut riwayat Al-Bazaar, Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani, dan sanadnya Shahih. Lihat Majma’uz Zawaa’id III/286

[41] HR Ahmad III/357, 372, Ibnu Majah no. 3062.

2 komentar:

  1. yang menyatakan annazofatu minal iman doif dari ahli sunah atau bukan

    BalasHapus
  2. Jika obat ternyata sudah dipakai dan masih saja belum sembuh, coba berdoalah pakai ayat ini:

    Doa Penyembuh batu Ginjal Atau Sakit Kencing Batu

    BalasHapus