Kamis, 20 Agustus 2009

Tafsir Al-Maraghi

Tafsir Al-Maraghi

Ahmad Mushthafa Al-Maraghi

1. Kondisi umum di Mesir saat penulisan yang mempengaruhi penafsiran mufasir

Situasi di Mesir pada saat penulisan Tafsir Al-Maraghi (1940-1950) sedang mengalami kebobrokan moral, penetrasi budaya asing, pemerintah yang tidak tegas, dominasi Inggris yang begitu kuat dalam negeri, dominasi perusahaan-perusahaan asing, dan lain-lain, telah membentuk sikap militansi sebagian rakyat Mesir. Krisis-krisis ini sebagiannya adalah hasil dari berbagai kebijakan yang ditempuh oleh para penguasa Mesir sebelum ini, dalam bidang pendidikan, hukum dan politik melalui suatu proses westernisasi. Sampai abad 19 Mesir mengirim misi pendidikan ke luar negeri dan mengundang perancang dan tenaga ahli Barat ke dalam negeri. Sistem pendidikan Barat yang sekuler barangsur-angsur menggeser pendidikan tradisional, dan hukum sekular Barat menggantikan hukum syariat yang telah berlaku selama berabad-abad.

Politik pemerintah semakin cenderung untuk memelihara kepentingan Barat. Terusan Suez sebagai jalan perhubungan penting antara Barat dan Timur berada di tangan asing. Di Palestina kekuatan Zionis internasional semakin mengkristal untuk mendirikan negara nasional Yahudi yang mengancam eksistensi umat Islam dan bangsa Arab. Sementara itu, para penguasa Arab lebih banyak membuat kebijakan yang dapat mempertahankan kepentingan mereka daripada kepentingan rakyat. Di pihak lain, Al-Azhar sebagai lembaga keagamaan tertua di dunia Islam bersikap melempem dan sulit untuk dijadikan panutan bagi sebuah pembaruan yang sejalan dengan semangat Islam.

Tahun 1948 sebagian rakya Mesir turut serta dalam perang Palestina. Mereka masuk dalam angkatan perang khusus.

Kondisi warga Mesir tak terlepas dari konflik yang berlangsung di Palestina tahun 1948. Usai deklarasi pembentukan negara Israel, orang-orang Yahudi mencaplok sebagian besar wilayah Palestina. Berdasarkan mandat Inggris, wilayah itu akhirnya terbagi tiga: wilayah Israel, kawasan Tepi Barat yang dikuasai Yordania, serta Jalur Gaza (Mesir). Akibat perang Arab-Israel, negara Yahudi itu merampas lebih banyak wilayah kediaman warga Arab Palestina.

2. Pengaruh tersebut pada kitab terkait

Penulisan tafsir ini tidak terlepas dari rasa tanggungjawab Al-Maraghi sebagai salah seorang ulama tafsir yang melihat begitu banyak problema yang membutuhkan pemecahan dalam masyarakatnya. Ia merasa terpanggil untuk menawarkan berbagai solusi berdasarkan dalil-dalil Qur’ani sebagai alternatif. Maka dari itu, tidak mengherankan apabila tafsir yang lahir dari tangannya tampil dengan gaya modern, yaitu disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang sudah maju dan modern, seperti dituturkan oleh al-Maraghi sendiri dalam pembukaan tafsirnya.

Kondisi Mesir tersebut diatas mempengaruhi penafsiran Al-Maraghi yang bercorak sosial kemasyarakatan, yakni suatu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat Al-qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat serta usaha-usaha untuk menanggulangi masalah masyarakat berdasarkan ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti dan difahami sesuai dengan kebutuhan masyarakat kontemporer dalam memahami Alquran, serta relevan dengan problematika yang muncul pada masa kontemporer.

3. Satu kondisi khusus mufasir yang mempengaruhi penafsiran

Ulil amri (pemimpin atau pemegang wewenang dalam mengelola suatu urusan) merupakan suatu kondisi khusus yang sangat mempengaruhi mufasir. Saat revolusi Mesir di tahun 1919, Al Maraghi mengumpulkan donasi untuk para korban revolusi, yang tentu saja membuat penguasan dan pemerintah Inggris murka. Akibatnya ia dipaksa hengkang dari Sudan dan kembali ke Mesir.

4. Pengaruh kondisi khusus yang tertera pada kitab terkait

Ahmad Mustafa al-Maraghi menyebutkan bahwa ulil amri itu adalah umara, ahli hikmah, ulama, pemimpin pasukan dan seluruh pemimpin lainnya dan semua yang manusia merujuk kepada mereka dalam hal kebutuhan dan kemaslahatan umum. Dengan syarat, mereka harus dapat dipercaya, tidak menyalahi perintah dan larangan Allah dan sunnah Rasul yang mutawatir, dan di dalam membahas serta menyepakati perkara mereka tidak ada pihak yang terpaksa.

Dalam halaman selanjutnya al-Maraghi juga menyebutkan contoh yang dimaksud dengan ulil amri ialah ahlul halli wal aqdi yang dipercaya oleh umat, seperti ulama, pemimpin militer dan pemimpin dalam kemaslahatan umum seperti pedagang, petani, buruh, wartawan dan sebagainya. (Tafsir al-Maraghi, juz 5, h. 72-73).

Hai orang-orang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan kepada Rasul-Nya serta pemegang-pemegang urusan diantara kamu, Dan jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan kepada Rasul yakni jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari yang akhir. Demikian itu lebih baik dan merupakan rujukan sebaik-baiknya.” (an-nisa 59).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar