Kamis, 20 Agustus 2009

TAFSIR INTI SURAT KE-13 (AR- RA'D)

TAFSIR INTI SURAT KE-13 (AR- RA'D)

I. Tentang Surat Ar-Ra'd

Surat ar-Ra'd adalah surat ke-13 dalam Al-Quran. Surat Ar Ra'd ini terdiri atas 43 ayat 885 kalimat dan 3506 huruf[1]. Surat ini termasuk golongan surat-surat Makkiyyah kecuali ayat 31 :

ولا يزال الذين كفرو تصيبهم بما صنعوا قارعة او تحل قريبا من دارهم حتى يأتي وعد الله ان الله لا يخلف الميعاد

dan ayat 43.

ويقول الذين كفروا لست مرسلا قل كفى بالله شهيدا بيني وبينكم ومن عنده علم الكتب

Surat ini dinamakan ar-Ra'd yang berarti guruh karena dalam ayat 13 Allah berfirman:

ويسبح الرعد بحمده

Artinya: Dan guruh itu bertasbih sambil memuji-Nya, menunjukkan sifat kesucian dan kesempurnaan Allah s.w.t. Dan lagi sesuai dengan sifat Al Quran yang mengandung ancaman dan harapan, maka demikian pulalah halnya bunyi guruh itu menimbulkan kecemasan dan harapan kepada manusia.

Kata رعد terdapat 2 kata (yang penulis temukan) didalam al-Qur'an, yaitu dalam Surat al-Baqarah [2]: 19

اوكصيب من السماء فيه ظلمت ورعد وبرق

Artinya: atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat..

dan Surat ar-Ra'd [13]: 13.

ويسبح الرعد بحمده والملـئكة من خيفته

Artinya: Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya..

Kata Ra'd dalam surat al-Baqarah [2]:19 ditafsirkan oleh al-Jalilain dengan الملك الموكل وقيل صوته ( )

Isi yang terpenting dari surat ini ialah bahwa bimbingan Allah kepada makhluk-Nya bertalian erat dengan hukum sebab dan akibat. Bagi Allah s.w.t. tidak ada pilih kasih dalam menetapkan hukuman. Balasan atau hukuman adalah akibat dan ketaatan atau keingkaran terhadap hukum Allah.

II. Isi Kandungan Surat Ar-Ra'd

Hampir dalam setiap surah kandungannya tidak terlepas dari 3 komponen yaitu keimanan, hukum, kisah dll.Kemungkinan perbedaannya adalah tema utama dan penekanan pada aspek tertentu dari 3 komponen tersebut. Adapun pokok-pokok Ar-ra'd adalah sbb:

1. Keimanan:

Allah-lah yang menciptakan alam semesta serta mengaturnya; ilmu Allah meliputi segala sesuatu; adanya malaikat yang selalu memelihara manusia yang datang silih berganti, yaitu malaikat Hafazhah; hanya Allah yang menerima doa dari hamba-Nya; memberi taufiq hanya hak Allah, sedang tugas rasul menyampaikan agama Allah.

2. Hukum-hukum:

Manusia dilarang mendoakan yang jelek-jelek untuk dirinya; kewajiban mencegah perbuatan-perbuatan yang mungkar.

3. Kisah-kisah:

Kisah perjalanan dakwah nabi-nabi zaman dahulu.

4. Dan lain-lain:

Beberapa sifat yang terpuji; perumpamaan bagi orang-orang yang menyembah berhala dan orang-orang yang menyembah Allah; Allah tidak merobah nasib sesuatu bangsa sehingga mereka merobah keadaan mereka sendiri.[2]

III. Hubungannya dengan Surat Sebelumnya (Yusuf) dan Sesudahnya (Ibrahim)

A. Hubungan Surat ar-Ra'd dengan Surat Yusuf

1. Dalam surat yusuf, Allah secara umum mengemukakan adanya tanda-tanda keesaan Allah di langit dan di bumi. Didalam surat Ar Ra'd Allah mengemukannya lagi secara lebih jelas.

2. Kedua surat tersebut sama-sama memuat pengalaman nabi-nabi zaman dahulu beserta umatnya. Yang menentang kebenaran mengalami kehancuran sedang yang mengikuti kabenaran mendapat kemenangan.

3. Pada akhir surat Yusuf diterangkan bahwa Al Quran itu bukanlah perkataan yang diada-adakan, melainkan petunjuk dan rahmat bagi orang yang beriman, dan keterangan yang demikian itu diulangi lagi di awal surat Ar Ra'd.

4. Surat Hud mengandung hal-hal yang berhubungan dengan pokok-pokok agama, seperti: Ketauhidan, kerasulan, hari berbangkit, kemudian dihubungkan dengan da'wah yang telah dilakukan oleh para Nabi kepada kaumnya.

B. Hubungan Surat ar-Ra'd dengan Surat Ibrahim

1. Dalam surat Ar Ra'd disebutkan bahwa Al Quran itu diturunkan dalam bahasa Arab, sebagai pemisah antara yang baik dengan yang bathil, sedangkan hikmah menurunkan dalam bahasa Arab itu belum dijelaskan. Dalam surat Ibrahim hikmah itu dijelaskan.

2. Dalam surat Ar Ra'd Allah mengatakan bahwa seorang rasul tak akan dapat melakukan suatu mukjizat tanpa izin dari Allah, maka dalam surat Ibrahim para rasul menegaskan bahwa beliau-beliau adalah manusia biasa, tak dapat mendatangkan suatu mukjizat tanpa izin Allah.

3. Dalam surat Ar Ra'd disebutkan bahwa Nabi Muhammad s.a.w. menyerukan agar manusia bertawakkal kepada Allah, dan dalam surat Ibrahim, Nabi Muhammad s.a.w. menerangkan bahwa para rasul bertawakkal hanya kepada Allah.

4. Dalam surat Ar Ra'd Allah menyebutkan perbuatan-perbuatan makar orang-orang kafir, maka di surat Ibrahim diulangi lagi, dan disebutkan pula sifat-sifat mereka yang tidak tersebut dalam surat Ar Ra'd itu.

IV. Inti Surat Ar-Ra'd

Inti daripada surah ar-ra'd terdapat pada ayat 13 yang berbunyi sbb;

13. Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat Karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang dia kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia-lah Tuhan yang Maha keras siksa-Nya.

Ayat diatas memberikan contoh yang jelas bahwa halilintar adalah makhluk atau ciptaan Allah yang senantiasa tunduk dan bertasbih kepada Allah. Halilintar dalam pandangan teori fisika modern hanyalah peristiwa alam dimana terjadi benturan partikel listrik positif dan negative yang bisa menimbulkan bunyi yang dahsyat seperti amatan Benyamin Franklin. Perlu kita cermati bahwa manusia adalah bagian dari alam yang paling kecil dibanding planet, tumbuh-tumbuhan, hewan-hewan purba dsb. Istimewanya manusia diberi kesempatan melakukan kebajikan atas petunjuk Allah atau durhaka kepada allah karna mengikuti hawa nafsunya.

Manusia ketika melihat kilat dan mendengar bunyi halilintar akan merasa cemas, takut dan ngeri. Seketika itu, timbul reflek dalam hatinya dan terbersit memohon perlindungan kepada Sang pencipta agar diberi keselamatan. Halilintar sebenarnya membawa pesan antara kecemasan dan harapan agar manusia memahami ayat kauniyah Tuhan, dengan begitu mereka patuh pada garis pedoman yang telah ditetapkan oleh Tuhan.

Yang paling menarik dari surah ar-ra'd adalah perdebatan klasik teologi islam antara ulama qadariyah dan jabriyah tentang penafsiran ayat 11yang berbunyi :

11. Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

[767] bagi tiap-tiap manusia ada beberapa malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat Ini ialah malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut malaikat Hafazhah.

[768] Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.

AL-Qurtuby dalam tafsirnya Al-Jami liahkamil Quran menafsirkan kata " dengan malaikat yang selalu mengiringi diwaktu siang dan malam yang saling bergantian.Sedangkan Ar-razy memiliki dua pandangan, yang pertama sama dengan pendapat jumhur yaitu malaikat hafazah, pendapat yang kedua adalah al-muluk waumara'( presiden dan anakbuahnya )[3]. Dalam kata berikutnya

Allah telah memberitahukan kepada kita bahwa Allah tidak akan mengubah apapun hingga ada perubahan dalam diri kaum tersebut.dalam makna yang lebih luas adalah siksa tidak akan turun kecuali adanya kaum yang melakukan kejahatan dan dosa, musibah akan benar-benar turun disebabkan para pelaku kejahatan walau terdapat orang-orang yang soleh. Hal ini disinyalir oleh Nabi SAW ketika sahabat bertanya; apakah kita akan dihancurkan sementara diantara kita terdapat orang-orang yang soleh? Nabi menjawab: benar, ketika banyak tindakan-tindakan keji[4].

Sementara Ahli tafsir Indonesia Qurays Syihab dalam tafsirnya Al-Misbah menguraikan kata "tagyir"yaitu tentang bentuk perubahan apapun, entah dari positif ke negative ataupun sebaliknya. Yang perlu digarisbawahi adalah penggunaan kata "kaum" redaksimaknanya merujuk kepada makna sosial/masyarakat, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan sosial tidak dapat dilakukan seorang manusia saja, jadi harus kolektif. Yang kedua kata kaum tidak ekseklusif kepada kaum muslimin saja jadi bersifat general dan universal. Konteks perubahan berkait kepada kehidupan duniawi bukan ukhrawi.

Ketiga menyangkut pelaku perubahan yaitu allah dan masyarakat. Allah yang mengubah pada sisi lahiriyah suatu masyarakat. Pelaku kedua adalah Masyarakat yangmana mereka merubah sisi batiniyah, akan tetapi hal itu tidak lepas dari campur tangan allah.

Keempat, ayat diatas mengindikasikan bahwa perubahan yang terjadi harus didahului oleh perubahan yang dilakukan oleh masyarakat tanpa itu mustahil terjadi perubahan[5].

V. KESIMPULAN

v Allah mengetahui isi kandungan rahim setiap perempuan, dan menentukan ukuran dan kepastian segala sesuatu. Dan Allah Maha mengetahui segala yang gaib dan yang tampak.

v Setiap orang diikuti oleh malaikat yang bertugas untuk menjaga dan mencatat amal perbuatannya secara bergiliran.

v Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum (persekutuan dalam sebuah kelompok) sehingga mengubah keadaan mereka sendiri.

v Kepastian dari Allah tidak dapat ditolak oleh siapapaun.

v Kemajuan dan kemunduran pada finalnya adalah pilihan dari suatu kaum akibat dari perbuatan positif dan negatifnya.

VI. REFERENSI

Fachruddin bin Allamah Dhiyauddin Umar, Muhammad Ar-razy, Tafsir Al-Fachr-Arrazy Almustahar bi Tafsir Al-Kabir wa Mafatih Al-Gaib.

Al-Qurtuby, Muhammad bin Muhammad Al-Ansory, Al-Jami' liahkamil Quran, Darul Fikr.

Syihab, M.Qurays, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan & Keserasian Al-Quran), Lentera Hati, Ciputat, 2002. Vol 6

Departemen Agama RI, Al-Quran & Tafsirnya, Departemen Agama, Jakarta, 2006. Vol 5

Nawawi, Marah Labid li Kasyfi Ma'na Qur'anil Majid, Taha Putra, Semarang Jilid 1



[1] Nawawi, Marah Labid li Kasyfi Ma'na Qur'anil Majid, Taha Putra, Semarang. T.t. Jilid 1. Hal 421

[2] Depag RI, Tim Penerjemah al-Qur'an, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggaraan Penerjemah / Penafsiran Al-Qur'an Depag, Jakarta: 1975. Hal 347

[3] Muhammad Ar-razy, Fachruddin bin Allamah Dhiyauddin Umar, Tafsir Al-Fachr-Arrazy Almustahar bi Tafsir Al-Kabir wa Mafatih Al-Gaib.h 28

[4] Al-Qurtuby, Muhammad bin Muhammad Al-Ansory, Al-Jami' liahkamil Quran, Darul Fikr.h 294.

[5] M.Qurays. Syihab,Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan & Keserasian Al-Quran) Vol 6, Lentera Hati, Ciputat, 2002. h 557.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar