Kamis, 20 Agustus 2009

Qisas menurut Al-Azhar Buya Hamka

1. Surat Al Maaidah : 45

“Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qisasnya (balasan yang sama). Barang siapa melepaskan (hak qisas) nya, maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim” (Al Maaidah : 45)[1]

2. Penafsiran dan Analisis Ayat dari Tafsir Al-Azhar

Terjemahan ayat :

”Dan telah Kami wajibkan atas mereka di dalamnya, bahwasanya jiwa (balas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, gigi dengan gigi dan luka-luka atas qisasnya. Maka barangsiapa yang mendermakan hak balas itu maka adalah itu penebus baginya. Dan barangsiapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang aniaya”[2]

Analisis Terjemahan :

”Dan telah Kami wajibkan atas mereka di dalamnya, bahwasanya jiwa (balas) dengan jiwa” (pangkal ayat 45)

Yaitu kalau seseorang membunuh satu jiwa, hendaklah digantikan dengan jiwa si pembunuh itu pula (sebagaimana yang dibayangkan pada ayat 32 di atas/sebelumnya).

”Mata dengan mata, hidung dengan hidung, gigi dengan gigi dan luka-luka atas qisasnya. Maka barangsiapa yang mendermakan hak balas itu, maka adalah itu penebus baginya”.

Maka tersebutlah di dalam Taurat itu bahwa siapa yang melenyapkan jiwa orang, harus diganti dengan jiwanya pula, melenyapkan mata orang, dilenyapkan pula matanya, demikian juga hidung dan gigi. Dan kalau ada perdamaian, sehingga keluarga si terbunuh atau yang kehilangan mata, hidung dan gigi itu mendermakan hak balas, artinya memberi maaf, maka kemaafan itu sudahlah sebagai kaffarat untuk menghapuskan kesalahannya;

”Dan barangsiapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang aniaya”. (ujung ayat 45).

Zalim dan aniayalah orang yang tidak menjelaskan hukum yang telah ditentukan Allah itu. Zalimlah orang yang mengaku dirinya berpedoman kepada Taurat, padahal Hukum Taurat tidak dijalankan.

Dalam Taurat yang beredar sekarangpun memang bertemu tertulis hukum-hukum itu, yang tersebut di dalam ”Kitab Keluaran” Pasal 21 :

23 – Tetapi jikalau ada bahaya kematian sertanya, maka tak akan jangan jiwa akan ganti jiwa.

24 – Mata akan ganti mata, gigi akan ganti gigi, tangan akan ganti tangan, kaki akan ganti kaki.

25 – Ketunuan akan ganti ketunuan, luka akan ganti luka, bincut akan ganti bincut.

Di dalam kitab ”Imamat Orang Lewi” pasal 24 ayat 17 tersebut pula : ”Maka barangsiapa yang telah memalu orang sampai ia mati, tak akan jangan iapun akan mati dibunuh.”

3. Analisis

a. Sumber Penafsiran

Sumber penafsiran Hamka pada ayat 45 Al Maidah ini adalah :

- Al Maidah ayat 32

- Kitab Keluaran Pasal 21

- Kitab Imamat Pasal 24 ayat 17

- Pemikiran sendiri

b. Langkah Penafsiran

Dalam Tafsir Al Azhar, Surah Al Maidah ayat 44, 45, 46 dan 47 adalah satu kelompok karena tema yang dibahas juga satu yaitu tentang Hukum Taurat (qishash). Menafsirkan ayat 45 Al-Maidah, pada bagian awal Hamka menjelaskan bahwa kalau satu orang membunuh satu jiwa, hendaklah dibalas dengan jiwa si pembunuh itu pula, sebagaimana yang diuraikan pada ayat 32 Al Maidah.

”Oleh karena itu Kami wajibkanlah kepada Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh seseorang, yang bukan karena membunuh (pula), atau berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan adalah dia telah membunuh manusia semuanya, dan barangsiapa yang menghidupkannya, maka adalah dia seakan-akan menghidupkan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan berbagai keterangan, kemudian itu sesungguhnya kebanyakan di antara mereka sesudah yang demikian itu, di atas bumi ini, sungguh melewati batas” (Al Maidah : 45 – Tafsir Al Azhar, Juz VI, hal. 279-280)

Maka tersebutlah di Taurat tentang hukum qishash yaitu :

”Mata dengan mata, hidung dengan hidung, gigi dengan gigi dan luka-luka atas qisasnya. Maka barangsiapa yang mendermakan hak balas itu, maka adalah itu penebus baginya”

Selanjutnya Hamka menjelaskan bahwa zhalim dan aniaya orang yang tidak menjelaskan hukum qishash ini, zhalim orang yang mengaku dirinya berpedoman kepada Taurat , padahal Hukum Taurat tidak dijelaskan.

Bagian akhir Hamka menguraikan tentang hukum-hukum Taurat di dalam Kitab Keluaran dan Kitab Imamat.

c. Tanggapan Atas Penafsiran

1) Tafsir Al-Azhar, karya Prof. Dr. Hamka, secara umum merupakan salah satu tafsir dengan corak sastra budaya kemasyarakatan, yakni suatu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat Al-qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat serta usaha-usaha untuk menaggulangi penyakit-penyakit atau problem-problem mereka berdasarkan ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti dan difahami. Khususnya hukum qishash di ayat Al-Maiidaah:45, Hamka secara rinci menjelaskan bagaimana qishash telah berlaku pada Musa as dan Isa as.

Dalam Al-kitab perjanjian lama terbitan Lembaga Al-kitab Indonesia Jakarta (1981) pada kitab Keluaran 21:23-25 dikatakan :

“Tetapi jika perempuan itu mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka engkau harus memberikan nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, lecur ganti lecur, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak.”

Dalam kitab Imamat 24:17-21 tertulis:

“Juga apabila seseorang membunuh seorang manusia, pastilah ia dihukum mati. Tetapi siapa yang memukul mati seekor ternak, harus membayar gantinya, seekor ganti seekor. Apabila seseorang membuat orang sesamanya bercacat, maka seperti yang dilakukannya, begitulah harus dilakukan kepadanya. Siapa yang memukul mati seekor ternak, ia harus membayar gantinya, tetapi siapa yang membunuh seorang manusia, ia harus dihukum mati.”

Bahkan menurut al-kitab, seorang yang bersaksi dustapun harus dihukum mati sebagaimana tersebut dalam kitab Ulangan 19: 18-21 sebagai berikut:

“Maka hakim-hakim itu harus memeriksanya baik-baik, dan apabila ternyata, bahwa saksi itu seorang saksi dusta dan bahwa ia telah memberi tuduhan dusta terhadap saudaranya, maka kamu harus memperlakukannya sebagaimana ia bermaksud memperlakukan saudaranya. Demikianlah harus kau hapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu. Maka orang-orang lain akan mendengar dan menjadi takut, sehingga mereka tidak akan melakukan lagi perbuatan jahat seperti itu di tengah-tengahmu. Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, sebab berlaku: nyawa ganti nyawa, mati ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki.”

Oleh karenanya jelas bahwa hukum qishash bukanlah hukum baru yang diada-adakan oleh ummat islam atau para ulama’ kaum muslimin, namun merupakan hukum Allah yang diturunkan kepada para nabi dan rasul untuk diterapkan atas manusia di dunia ini sebagai ciptaan dan hamba Allah ‘Azza wa Jalla. Bahwa pada saat ini yang dengan teguh, jujur dan istiqomah untuk memperjuangkan hukum Allah seperti qishash untuk diterapkan dalam kehidupan adalah hanya ummat islam saja, maka tentu ini adalah suatu hal yang harus diakui dan dicatat dengan baik.

2) Tujuan dari qishash sebagai salah satu bagian dari hukum Allah sebagaimana tertera dalam surat Al-Baqarah ayat 179 : “Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.”

Prof.Dr.Hamka menulis dalam “Tafsir Al-Azhar” Juz ke 2 halaman 100 dalam menafsirkan ayat ini sebagai berikut :

Artinya, dengan adanya hukum qishash, nyawa bayar nyawa, sebagai hukum tingkat pertama, terjaminlah kehidupan masyarakat. Orang yang akan membunuh berfikir terlebih dahulu sebab dia akan dibunuh. Lantaran itu hiduplah orang dengan aman dan damai, dan dapatlah dibendung kekacauan dalam masyarakat karena yang kuat berlantas angan kepada yang lemah”.

Tetapi kalau si pembunuh hanya dihukum misalnya 15 tahun, dan apabila datang hari besar, dan mungkin pula hukumannya dipotong, orang-orang yang telah rusak akhlaknya akan merasa mudah saja membunuh sesama manusia. Bahkan ada penjahat yang lebih senang masuk keluar penjara, ada yang memberi gelar bahwa penjara itu “hotel prodeo” atau pondokan gratis dan sebagainya.”

3) Hukuman qishash harus dilaksanakan tanpa pandang bulu. Dalam hal ini tidak boleh dilakukan diskriminasi terhadap suatu ras, martabat (kasta) dalam masyarakat, kabilah, maupun masing-masing individu.

4) Al-Qur'an menetapkan adanya qishash bagi pembunuh. Tetapi, saat menetapkannya, Dia tidak mewajibkannya, melainkan diserahkan kepada keluarga si terbunuh untuk menetapkan pilihan mereka terhadap si pembunuh, baik "menuntut dari penguasa untuk membunuhnya" maupun memaafkannya dengan imbalan materi dari keluarga pembunuh.

5) Mengenai orang-orang yang berfikir bahwa hukum bunuh (qishash) supaya ditiadakan, HAMKA berkomentar dalam tafsirnya sebagai berikut :

Sungguhpun demikian selalu juga ada terdengar ahli-ahli ilmu masyarakat yang meminta supaya hukum bunuh itu ditiadakan. Tetapi apa yang dikatakan al-Qur’an adalah lebih tepat. Lebih baik dipegang pangkal kata, yaitu hutang nyawa bayar nyawa. Adapun membunuh dengan tidak sengaja ataupun dengan sebab-sebab yang lain, itu dapatlah diserahkan kepada penyelidikan polisi, jaksa atau hakim, sehingga menjatuhkan hukum dapat dengan seadil-adilnya. Tetapi meniadakan hukum bunuh sama sekali adalah suatu teori yang terlalu payah, sebab ahli-ahli penyakit jiwa manusia telah membuktikan memang ada kejahatan jiwa itu yang hanya dengan hukuman matilah baru dapat dibereskan. Apatah lagi orang yang telah membunuh, menjadi amat rusak jiwanya, sehingga bila bertengkar sedikit saja, mudah saja dia mencabut belati dan hendak membunuh lagi.(Tafsir Al-Azhar Juz ke 2 hal.100)



[1] Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemahnya, PT. Syamil Cipta Media, Bandung, 2002

[2] Hamka, Tafsir Al-Azhar, Pustaka Panjimas, Jakarta, Hal. 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar